-->

BUNUH DIRI, DEPRESI, DAN KOMUNIKASI

Entah kenapa saya tiba-tiba teringat salah satu pemuda yang bercerita bahwa ia pernah melakukan percobaan bunuh diri. Menurut data WHO, Indonesia masuk ke dalam kategori negara dengan tingkat bunuh diri yang tinggi, bahkan peringkat Indonesia hampir mendekati negara-negara dengan angka bunuh diri tertinggi di Asia seperti Jepang dan Cina. Di Indonesia, tercatat pada tahun 2010, kematian akibat bunuh diri mencapai angka 1.8 per 100.000 jiwa atau sekitar 5000 orang per tahun (WHO, 2010). 
Berdasarkan rata-rata statistik, dalam sehari setidaknya ada dua hingga tiga orang yang melakukan bunuh diri di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat setidaknya ada 812 kasus bunuh diri di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2015.  Menurut pengakuan para pelaku percobaan bunuh diri, mereka mencoba untuk bunuh diri dikarenakan mengalami tekanan hidup yang berat dan tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut. 

Melalui pemuda itu, saya sedikit mulai memahami perspektif mereka yang mencoba untuk bunuh diri. Suatu kali, ia datang ke meja konseling dan menceritakan kisahnya. Ia mengatakan bahwa ia merasakan kesepian yang teramat sangat semenjak kepergian ibundanya. Ibu, sosok yang amat sangat ia rindukan meskipun telah lama pergi meninggalkannya. Ibu, sosok yang selalu menjadi tempatnya mencurahkan isi hati. Hanya ibulah orang pertama  yang ia datangi saat ia memiliki masalah. Ia tak pernah membayangkan bagaimana rasanya hidup tanpa seorang ibu. Hingga suatu waktu, sang ibu pergi meninggalkan dunia dan meninggalkan dirinya yang sangat kesepian. Ya, ia sangat kesepian. Tak pernah ada interaksi intens antara ia dan ayahnya. Tak ada komunikasi berarti antara ia dan kakaknya. Padahal ia menginginkan keluarga yang harmonis. Meski tanpa ibu, ia ingin bersenda gurau dengan kakaknya. Ia ingin bisa makan di meja makan bersama dengan ayahnya. Ia ingin bercengkrama dengan kedua anggota keluarga yang ada. Namun, disayangkan, keinginan sederhananya ini tak pernah terwujud. Yang sering ia alami saat ini ialah meja makan yang kosong tanpa ada makanan. Ia rindu, meja makan yang terisi makanan seperti dulu saat sang ibu masih ada. Ia hanya bisa memilih sarapan di luar rumah, bahkan tak jarang ia lupa untuk sarapan. Pulang ke rumah setelah menimba ilmu pun masih ia dapati kondisi yang sama. Meja makan yang kosong dan rumah yang sunyi. 

Saat saya tanyakan, apa yang biasa ia bicarakan dengan kakaknya, ia menjawab. "Kami hanya bertegur sapa saja kak, selebihnya kakak saya sibuk dengan urusannya, padahal sebenarnya saya ingin bercerita dengan kakak saya tentang masalah saya,". Lalu, saya tanyakan apa yang biasa ia bicarakan dengan ayahnya, dan ia menjawab, "tidak ada yang banyak dibicarakan kak, karna ayah saya tipe pendiam". 

Selama ini, semua interaksi dan komunikasi intens dan lekat, hanya ia lakukan bersama sang ibu. Maka, saat sang ibu pergi, ia mengalami depresi, merasakan sedih yang teramat dalam, membuat ia malas melakukan kegiatan apapun, tak ada semangat untuk menimba ilmu, tak ada semangat untuk hidup. Bahkan setelah kepergiaan sang ibunda dalam waktu yang cukup lama, depresi yang ia alami semakin memburuk. Tak ada teman berbagi, tak ada tempat mengadu, tak ada tempat berkeluh kesah seperti almarhumah ibundanya. 

Ia mulai mendengar bisikan-bisikan yang mengganggu. Ia mulai berhalusinasi, mulai mendengarkan perintah seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Hingga suatu hari, tanpa ia sadari, pisau sudah ada di pergelangan tangannya. Namun, Alhamdulillah, belum sampai pisau itu melukai pergelangan tangannya, ia kembali sadar, namun dalam kondisi linglung ia bertanya-tanya, "mengapa ada pisau di tangan saya?". Saya pun bertanya, apa yang ia lakukan saat mendengar bisikan-bisikan yang mengganggu dan suara-suara yang memerintahkan ia untuk mengakhiri hidupnya? Ia menjawab, "saya mencoba untuk beristighfar sebanyak-banyak nya kak, saya berusaha supaya suara-suara itu pergi dan ga mengganggu saya lagi. "Alhamdulillah", kalimat itu yang saya ucapkan. Saya sampaikan kepadanya, "Kamu heba

t, bisa menghadapi hal seberat ini. Tidak semua orang bisa menghadapi ujian seperti kamu". 

Saya shock, karna selama ini hanya membawa referensi tentang penyebab orang melakukan bunuh diri, kemudian saya dihadapkan pada orang yang hampir pernah mencoba untuk bunuh diri dan  ternyata hal dilakukan bukan dalam keadaan ia sadar. Setelah mendengarkan ceritanya, sedikit banyak, saya mulai memahami apa yang ada di benak mereka yang saat ini melakukan tindakan bunuh diri. Sedikit banyak, saya menjadi aware kepada teman, sahabat, dan anggota keluarga saya yang memiliki permasalahan. Sedikit banyak, saya menjadi sadar bahwa komunikasi dalam keluarga adalah hal terpenting bagi mereka yang mengalami depresi. 

Konselor, psikolog, dan psikiater sama halnya dengan dokter yang bisa menangani klien dan pasien untuk mengobati sakit fisik dan psikis yang dialami. Mereka kita datangi bukan untuk mencegah suatu penyakit, tapi mereka kita datangi, setelah kita mengalami rasa sakit. Lalu siapa yang bisa mencegahnya? Kita, kamu, aku yang dekat dengan dia yang sedang dirundung masalah. Kita, suami/istri yang paling dekat dengan pasangan kita dan bertanggungjawab atas kebahagiaan mereka. Kita, orangtua yang paling dekat dengan anak kita dan memiliki konsekuensi untuk membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang. Kita, anak yang paling dekat dengan orangtua dan memiliki kewajiban membahagiakan mereka. Kita, saudara yang paling dekat dengan kakak/adik kita dan memiliki kewajiban untuk saling memahami dan menyayangi satu sama lain. Kita, sahabat yang paling dekat memiliki tanggungjawab moral untuk mendengarkan setiap keluh kesah sahabat kita. Jangan sampai kita menjadi salah satu penyebab mereka yang dekat dengan kita memilih jalan untuk mengakhiri hidupnya.

Ia yang mengalami depresi, bukan hanya karna kesedihan yang dialami, namun juga  karna tidak ada tempat untuk berbagi cerita. Ia yang mengalami depresi bukan hanya karna kekecewaan yang teramat sangat, tapi juga karna tak ada komunikasi yang bermakna di dalam keluarganya. 

Mari kita ajak suami/istri kita untuk berkomunikasi, mendengarkan keluh kesah mereka, dan menjadi tempat mereka bersandar saat memiliki masalah. Mari kita ajak anak-anak kita berkomunikasi, mendengarkan celotehan dan keluhan mereka, dan menjadi orang pertama tempat mereka memenuhi keingintahuan mereka. Mari kita ajak kakak/adik kita berkomunikasi, menjadi teman yang setia dalam suka dan dukanya bersama mereka. Mari kita ajak orangtua kita berkomunikasi, mendengarkan setiap cerita dan nostalgia mereka dengan penuh semangat dan antusias. Mari kita ajak sahabat dan kawan kita berkomunikasi, agar tak ada lagi penyesalan karna mendengar berita mereka yang mengenaskan. Mari kita berkomunikasi dengan mereka yang butuh bantuan. Waktu yang kita berikan amat sangat berharga untuk mereka semua. 

BERKOMUNIKASILAH, jangan MEMENDAM MASALAH yang kamu alami, CERITAKAN kepada orang terdekatmu apa yang mengganjal di pikiranmu. BERKOMUNIKASILAH, karna bayi yang baru lahir pun berkomunikasi melalui tangisannya, baru kemudian ia disambut oleh keluarganya dengan penuh sukacita. BERKOMUNIKASILAH, selagi masih ada orang yang bisa kamu ajak bicara. JANGAN LUPA, BERKOMUNIKASILAH kepada Sang Maha Pencipta, Yang Mampu mengubah masalah menjadi berkah dan hikmah untuk kita semua.  BERKOMUNIKASILAH karna selama Allah masih memberikan amanah kehidupan ini kepada kita, maka selama itu pula kita bertanggungjawab atas hidup yang Allah berikan untuk kita jalani dengan baik. Terimakasih dik, kamu telah memberikan inspirasi untuk kami agar bisa menjadi pendengar yang baik bagi mereka yang mengalami masalah. Terimakasih dik, karna kamu orang yang hebat yang bisa melawan bisikan-bisikan syaithan dengan berdzikir mengingat-Nya. Semoga kami semua bisa belajar dari pengalamanmu dan menjadikan hidup kami lebih bermanfaat untuk diri kami dan orang di sekitar kami.

Disadur dari Eka wulida
LihatTutupKomentar

القرأن حجة لنا


Membaca Al-Quran secara rutin tiap hari dengan metode: ”فَمِي بِشَوْقٍ“ Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. - Huruf “mim” maksudnya dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya dimulai dari surah qaf hingga akhir mushaf yaitu surah an-nas. Channel

murajaah

Literature Review

fikih (184) Tasawwuf (122) Local Wisdom (59) hadis (51) Tauhid (45) Ilmu Hadis (28) Bahasa Arab (25) Kebangsaan (23) Moderasi Beragama (22) Biografi (20) Tafsir (20) Al Quran (19) ilmu tafsir (2)

Dendam

Total Tayangan Halaman

HEAD

kongko bareng emte

Foto saya
belajar sepanjang hayat, santri berbahasa Arab dan Inggris dari Sukabumi Jawa Barat yang meretas dunia tanpa batas