-->

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darus Sunnah Ciputat Tangerang

بسم الله الرحمن الرحيم

Diambil dari koran Republika: Berfose bersama guru mulia Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Ya'qub (Mudir  Darus-Sunnah High Institute For Hadith Sciences/ Imam Besar Masjid Istiqlal) dalam acara peletakan batu pertama yang dihadiri oleh Menteri Agama Surya Darma Ali, M.Si, Prof. Dr. Quraish Shihab, Prof. Dr. Hasan Hitou (dari Jerman), dan Bannyak lagi.
posisi dari kanan: Ahmad Zaki Mubarak, Hidayatullah Asmawih, KH. Ali Mustafa Ya'kub, I'M@ Emte Hidayat, Amirul Mukminin Wahid, Ali syahbana.

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darus Sunnah Ciputat Tangerang
Pendirian pesantren itu berawal dari pengajian yang diikuti tiga mahasiswa yang ingin mengkaji Hadits secara mendalam. Kegiatan pembelajaran berlangsung di ruang tamu, rumah pimpinan pondok pesantren. Ketiga orang tersebut adalah Ali Nurdin (sekarang Dekan Fakultas Ushuluddin di PTIQ Jakarta), Saifuddin (kini menjadi penghulu di Brebes Jawa Tengah), dan Khairul Mannan (kini mengajar di Brunei Darussalam) kegiatan ini berlangsung sejak tahun 1993.
Melihat kepandaian ketiga mahasiswa tersebut khususnya dalam bidang Hadits, sekelompok mahasiswa mulai berdatangan mengikuti pengajian tersebut, dan menyatakan minatnya untuk mengaji bersama. Keinginan mereka itupun akhirnya mendapat sambutan hangat, dan pada saat itu juga mereka mengikuti pengajian.
       Semakin lama, peserta pengajian semakin bertambah banyak. Di satu sisi hal ini menunjukkan suatu kemajuan , namun di sisi lain sebaliknya. Sebab ruang tamu yang selama ini dijadikan sebagai kelas  tak mampu lagi menampung santri yang datang. Dan jika tak segera ditangani, proses pengajianpun akan tersendat. Namun ini masih bisa diatasi, karena masih ada ruangan keluarga yang kapasitasnya lebih besar dibanding ruang tamu.
       Beberapa bulan kemudian, peserta pengajian mencapai 20 orang. Ruang keluargapun ternyata sudah tidak mampu lagi menampung para santri yang ada.
       Mengingat kondisi seperti ini, pak kyai kwatir jika pengajian menjadi tidak kondusif dan tidak efektif. Maka beliau berinisiatif memindahkan pengajian ke masjid Mujahidin yang kebetulan letaknya tidak jauh dari rumah beliau. 
       Keputusan untuk mengalihkan lokasi ke masjid dirasa cukup tepat, sebab tak lama kemudian peserta pengajian bertambah lagi menjadi 40 orang santri. Dan yang lebih mengesankan lagi, jumlah tersebut bukan kwantitas belaka. Komitmen dan semangat belajar para peserta pengajian pun cukup besar. Hal ini dibuktikan ketika Jakarta dilanda hujan lebat yang nyaris menyebabkan banjir tahun 1997 lalu, semua peserta pengajian tetap hadir meski rumah mereka jauh dengan tempat pengajian ini.
       Melihat semangat belajar mereka yang tinggi ini, KH. Ali Mustofa Yaqub pun terharu dan kemudian berinisiatif untuk mendirikan pesantren yang selain berfungsi sebagai tempat belajar mengajar, peserta pengajian juga bisa tinggal di pondok tersebut (nyantri). Alasannya, jika turun hujan atau hal lain yang menghalangi aktifitas pengajian, para santri tetap dapat menghadiri pengajian, selain itu beliau juga tidak ingin menyia-nyiakan hasrat mahasiswa yang terus menerus datang mengaji.
       Gayung bersambut, secara kebetulan dibelakang rumah beliau terdapat sepetak tanah. Sebagai langkah awal, lokasi tersebut bisa dijadikan bangunan asrama santri. Sempit memang, sehingga bangunan ini terkesan seperti kos-kosan. Meski demikian, orang-orang yang berminat menjadi santri beliau kian membludak.
       Suatu ketika, ditengah usaha beliau membangun asrama itu, seorang kyai dari Walungu Jawa Tengah, KH. Dimyati Rais berkunjung ke rumah beliau dan mengatakan bahwa tanah yang ada disebelah rumah beliau ini kelak akan menjadi pesantren sekaligus asrama putra. Sementara asrama yang sedang dibangun dibelakang rumah pimpinan  adalah asrama putri. Tentu saja ucapan kyai Dimyati yang merupakan doa tersebut diamini oleh pimpinan meskipun sebenarnya tanah yang ada disebelah rumah beliau ini bukan miliknya.
       Tahun 1418 H/1997 M Departemen Agama RI, menghibahkan dana untuk membantu pembangunan lokal pesantren serta adanya dana swadaya masyarakat. Dari sinilah, akhirnya tanah yang ada di samping rumah beliau dapat dibeli, dan mulailah dibangun gedung berlantai dua.
       Setelah pesantren ini benar-benar berdiri, Ali Nurdin, salah seorang muridnya yang kemudian menjadi pengajar Pesantren Darus Sunnah, mengusulkan nama Darus Sunnah. Barulah pada 1 September tahun 1997 M/1418 H,  berdiri pesantren yang khusus mengkaji Hadits dan Ilmu Hadits.
       Pesantrennya kini luasnya mencapai 1.000 meter persegi, setiap tahun pihaknya hanya menerima 20 santri, dari ratusan peminat yang mendaftar tiap awal semester ganjil. Dan untuk menjawab permintaan masyarakat dikarenakan minimnya mahasiswa yang diterima maka pesantren akan  diperluas. Tanah kosong yang luasnya sekitar 4000 meter persegi di dekat lokasi lama sudah dibeli dan akan segera dibangun asrama khusus untuk santri putra.
       Peletakan batu pertama dilakukan oleh Mentri Agama Republik Indonesia, Bapak Suryadarma Ali, M.Si. dan Prof. Dr. M Quraisy Syihab pada tanggal 21 Januari 2010 yang dihadiri oleh para alim ulama dan tokoh masyarakat setempat. Insya Allah direncanakan selesai pada bulan Juli 2010. Nantinya jumlah santri yang akan diterima berjumlah 120 santri 60 santriwati.
       Pendidikan di Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus Sunnah merupakan kombinasi antara sistem pesantren dan perguruan tinggi, antara dzikir dan fikir, antara penghayatan pengamalan dan penalaran intlektual.
       Secara geografis Pondok Pesantren Darus Sunnah memiliki letak yang strategis, yakni berada di daerah segitiga emas kampus terkemuka, Institute Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah, yang tepatnya berada di jalan SD Impres Nomor 11, Pisangan Barat, Ciputat Tangerang, Kurang lebih 600 M di sebelah tenggara komplek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
LihatTutupKomentar

القرأن حجة لنا


Membaca Al-Quran secara rutin tiap hari dengan metode: ”فَمِي بِشَوْقٍ“ Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. - Huruf “mim” maksudnya dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya dimulai dari surah qaf hingga akhir mushaf yaitu surah an-nas. Channel

murajaah

Literature Review

fikih (184) Tasawwuf (122) Local Wisdom (59) hadis (51) Tauhid (45) Ilmu Hadis (28) Bahasa Arab (25) Kebangsaan (23) Moderasi Beragama (22) Biografi (20) Al Quran (19) Tafsir (19) ilmu tafsir (2)

Dendam

Total Tayangan Halaman

HEAD

kongko bareng emte

Foto saya
belajar sepanjang hayat, santri berbahasa Arab dan Inggris dari Sukabumi Jawa Barat yang meretas dunia tanpa batas