-->

ADAB, KETERAMPILAN HIDUP, DAN GAYA PENGASUHAN PERMISIF*

Pernahkah kita melihat kejadian tidak mengenakkan manakala seorang ibu membiarkan anaknya mengacak isi rumah saat bertamu ke rumah orang lain dan tak sekalipun menegur perilaku anaknya?

Pernahkah kita melihat seorang anak kecil melempar dan meludah sembarangan keluar kaca jendela kendaraan padahal di belakangnya ada pengendara lain yang akan melintas? 

Pernahkan kita melihat pemandangan seorang anak yang membiarkan air keran di tempat umum mengalir begitu saja setelah menggunakannya? 

Pernahkah kita melihat seorang anak yang selalu menyuruh orangtuanya mengambilkan barang yang ia butuhkan padahal ia bisa melakukannya sendiri? 

Adab dan keterampilan hidup, dua hal yang jauh lebih penting untuk diajarkan kepada anak sejak dini, namun terkadang luput dari perhatian kita sebagai orangtua. Tak dipungkiri bahwa kita terkadang terlalu fokus untuk membuat anak kita menjadi anak yang pintar. 

Pintar tapi tak beradab, untuk apa? 

Pintar tapi tak punya keterampilan hidup, bisa apa? 

Pintar tapi tak mandiri, nanti bagaimana? 

Manakala kita lihat anak berperilaku tidak baik saat berinteraksi dengan orang lain, maka kemungkinannya ada dua, pertama anak tidak tahu bagaimana ia seharusnya berperilaku, kedua, anak terbiasa melihat orangtuanya melakukan hal serupa. 

Anak yang tidak pernah diberikan arahan bagaimana adab saat berada dalam tempat umum, bagaimana adab bertamu, bagaimana ia bisa menjadi anak yang mandiri dan bisa melakukan hal-hal yang menjadi tanggungjawabnya, maka ia tidak akan pernah memahami bagaimana seharusnya ia berperilaku dan berinteraksi dengan dunia luar, ia tidak memahami apa yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya dan bukan. 

Benarlah istilah *children see, children do* yang merujuk kepada makna bahwa anak akan melakukan apa yang dilihat dalam keseharian orangtuanya. Maka pada kasus-kasus di atas, Baumrind mengkategorikan gaya mengasuh orangtua yang demikian sebagai gaya pengasuhan yang permisif. 

Apa itu gaya pengasuhan permisif? *Gaya pengasuhan permisif* adalah gaya pengasuhan dimana orangtua hanya *fokus untuk memberikan kasih sayang* kepada anak, namun di sisi lain orangtua *tidak mampu menerapkan disiplin dan kontrol* kepada anaknya. Orangtua jarang sekali membuat aturan untuk anak dan tidak pernah mencoba untuk mendisiplinkan anaknya. 

Orangtua permisif sering juga disebut sebagai *"helicopter parents"* karna orangtua terlalu banyak mengatur kehidupan anak. Para helicopter parents tak akan membiarkan anaknya merasa sedih, kecewa, marah, atau merasakan kegagalan padahal merasakan ragam emosi merupakan salah satu tujuan dalam pengasuhan. Akibatnya, anak-anak yang diasuh dengan gaya demikian, akan sangat sulit untuk mengatur dirinya dan mengontrol perilakunya. Mereka juga menjadi anak yang tidak disiplin, memiliki kemampuan sosial yang kurang baik, banyak menuntut, dan merasa tidak nyaman saat harus berhadapan dengan aturan dan arahan dari orang lain, serta sulit mengatur waktu dan kebiasaannya. 

Maka janganlah kita selalu berlindung dengan  kalimat, "namanya juga anak-anak" saat melihat perilaku anak kita yang tidak baik kepada teman dan lingkungan di sekitarnya karna tanpa kita sadari, kalimat dan pemahaman yang mendarah daging melekat saat melihat anak berperilaku tidak baik ini akan menjadi sumber malapetala bagi orang lain yang ada di sekitar anak dan orangtuanya.

Tanpa kita sadari, membiarkan anak berperilaku tanpa arahan, menjadikan kita menciptakan bibit manusia dewasa yang tidak tahu adab saat berkomunikasi dengan orang lain. Tanpa kita sadari, membiarkan anak tanpa mengajarkannya keterampilan hidup, menjadikan kita menciptakan bibit manusia dewasa yang tidak bisa apa-apa tanpa bantuan dari orang lain, hanya bisa mengandalkan orang lain tanpa bisa mengerjakan sendiri apa yang menjadi pekerjaannya. 

Namun, jika orangtua mengajarkan bagaimana adab saat bertamu, bagaimana cara duduk yang baik, apa saja barang boleh disentuh, meminta izin saat ingin mengambil minuman dan makanan yang disediakan, cara berbicara yang baik, maka insy

a Allah anak akan memahami bagaimana seharusnya perilaku anak saat diajak bertamu ke rumah rekan atau sanak saudara orangtuanya.

Jika orangtua mengajarkan bagaimana seharusnya anak membuang sampah di luar rumah, apa yang harus dilakukan jika tidak menemukan tempat sampah, boleh tidak melempar sampah sembarangan, bagaimana adab meludah di tempat umum, apa saja sampah yang bisa dibuang dan yang masih bisa dipakai, maka insya Allah anak akan memahami bagaimana seharusnya mereka memperlakukan sampah di perjalanan. 

Jika orangtua mengajarkan bagaimana kita harus menutup keran sehabis menggunakan, segera menutup keran manakala melihat keran belum tertutup sempurna, menggunakan air secukupnya, maka insya Allah anak akan faham bagaimana seharusnya cara menggunakan air di tempat umum. 

Jika orangtua mengajarkan anak untuk mandiri, melakukan apa yang ia bisa dilakukan sesuai usianya, maka anak akan bisa melakukan berbagai hal tanpa harus menyuruh orangtuanya dan bergantung kepada orangtuanya atas segala hal yang menjadi tanggungjawabnya sendiri.

Mari lihat kehidupan anak kita bukan hanya dari masa kini, tapi pandanglah apa harapan kita kepada mereka kelak 10 tahun hingga 20 tahun ke depan. Kita mengasuh generasi muda yang kelak akan menjalani peran penting di masa yang akan datang. Jangan sampai, kelak mereka akan menjalani profesinya tanpa mengerti etika. Jangan sampai kelak mereka akan hidup jauh dari kita tapi tidak bisa melakukan apa-apa. 

Membuat anak menjadi anak yang beradab dan punya life skill tidak bisa dilakukan secara instan, ini merupakan proses seumur hidup dari orangtua hingga orangtua dapat melepas masa lajang anaknya.  Apakah cukup dengan sekali kita mengajarkan adab dan lifeskill kepada anak? Sekali mencontohkan dan mengajarkan kepada anak tidak akan pernah cukup untuk membentuk perilaku baik pada anak-anak karna proses membentuk karakter yang baik harus dilatih terus menerus sejak anak berusia dini. Trust me, buah kebaikan itu akan kita petik entah secara perlahan atau secara langsung setelah mengajarkan dan mencontohkan adab dan lifeskill kepada anak-anak. 

Klise mungkin jika kita selalu diminta untuk mengingat bahwa sebagai orangtua kita harus bersabar menghadapi ragam perilaku anak serta mencontohkan bagaimana seharusnya anak berperilaku baik di dalam maupun di rumah. Tapi percayalah, hal klise ini tak akan nampak hasilnya secara instan. Semoga Allah berikan kita umur yang panjang agar kelak bisa kita lihat anak-anak remaja dan dewasa kita yang berkembang menjadi anak-anak beradab, punya keterampilan hidup, mandiri dan bisa menjadi anak yang diandalkan. 

Salam semangat dari saya, 

Eka Wulida Latifah
Konselor Mobil Curhat Bogor
LihatTutupKomentar

القرأن حجة لنا


Membaca Al-Quran secara rutin tiap hari dengan metode: ”فَمِي بِشَوْقٍ“ Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. - Huruf “mim” maksudnya dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya dimulai dari surah qaf hingga akhir mushaf yaitu surah an-nas. Channel

murajaah

Literature Review

fikih (184) Tasawwuf (122) Local Wisdom (59) hadis (51) Tauhid (45) Ilmu Hadis (28) Bahasa Arab (25) Kebangsaan (23) Moderasi Beragama (22) Biografi (20) Tafsir (20) Al Quran (19) ilmu tafsir (2)

Dendam

Total Tayangan Halaman

HEAD

kongko bareng emte

Foto saya
belajar sepanjang hayat, santri berbahasa Arab dan Inggris dari Sukabumi Jawa Barat yang meretas dunia tanpa batas