بسم الله الرحمن الرحيم
al-Jahalah ar-Rawi
Dalam bahasa, jahalah merupaka masdar dari kata jahila, lawan dari ‘alima yang artinya tidak dikenal/ diketahui. Sedangkan dalam istilahnya adalah, Hadis yang rawinya tidak dikenal baik kepribadian maupun keadaannya.
Penyebab tidak dikenalnya rawi ada tiga:
a. Rawi tersebut terlampau banyak sifatnya, baik menyangkut namanya, laqab (gelar), paggilannya, sifat atau pekerjaannya.
b. Terlampau seikit riwayatnya.
c. Namanya tidak jelas, hal ini terjadi karena nama si rawi disingkat atau semacamnya. Rawi yang seperti ini di dalam ilmu Hadis disebut mubham.
Bid’ah
Dalam bahasa, bid’ah adalah masdar dari bada’a yang berarti mengadakan sesuatu, sedangkan dalam istilah, kejadian baru yang terjadi di dalam agama, setelah sempurna, atau hal-hal baru sesudah Nabi saw. Baik berupa keinginan (hawa nafsu) maupun perbuatan.
Hukum riwayat pembuat bid’ah
1. Jika bid’ahnya termasuk bid’ah mukaffirah—bid’ah yang menyebabkan kekafiran si pelaku--, maka riwayatnya ditolak.
2. Jika bid’ahnya mufassiqah—bid’ah yang menyebabkan pelakunya menjadi fasik--, maka menurut jumhur riwayatnya dapat diterima dengan dua syarat:
• Selama ia tidak mengajak orang lain untuk melakukan bid’ah yang dia lakukan.
• Selama ia tidak meriwayatkan suatu perkara yang memperkuat bid’ahnya.
Sûu al-Hifdzi
Orang yang aspek kebenarannnya tidak dapat diunggulkan atas aspek kekeliruannya.
Sûu al-hifdzi ada dua macam:
a. Buruknya hafalan sudah ada sejak awal kehidupannya hingga akhir hayatnya. Menurut sebagian ahli hadis, yang seperti ini dinamakan syadz.
b. Keadaan buruk hafalannya muncul secara mendadak, baik karena semakin tua, berkurangnya daya penglihatan, atau kitabnya terbakar. Hal ini disebut dengan mukhtalath.
Hukum periwayatannya.
Apabila Sûu al-hifdzi termasuk kategori pertama, maka riwayatnya mardud.
Apabila termasuk yang kedua, maka hukum atas riwayatnya dapat dirinci sebagai berikut:
• Jika riwayatnya terjadi sebelum ikhtilath, dan dapat dibedakan (diketahui dengan jelas), maka riwayatnya maqbul.
• Jika riwayatnya setelah terjadi ikhtilath, maka riwayatnya mardud
• Jika tidak dapat dibedakan (diketahui dengan jelas) apakah riwayatnya terjadi sebelum atau setelah ikhtilath, maka hokum riwayatnya dibetulkan (tawaqquf), hingga jelas-jelas bisa diketahui dengan jelas.
