-->

Menilai Kredibilitas Perawi

بسم الله الرحمن الرحيم

Ketika kita mengkaji ilmu istilah-istilah Hadis atau yang populer dengan sebutan ilmu musthalahat al-Hadis, tentu saja objek kajiannya yang paling penting adalah meneliti otentisitas suatu Hadis, termasuk dari objek kajian ini adalah mengetahui kriteria-kriteria rawi yang bisa diterima periwayatannya atau tertolak atau istilah guru kami -yurma ila al-kumamah-. selanjutnya dalam terbitan ini kami akan dipaparkan sedikit pengertian tentang jarh wat ta"dil dengan seringkas mungkin disertai dengan bentuk redaksinnya.
Kriteria rawi yang bisa diterima periwayatannya sebagai mana telah disebutkan dalam kitab Tadri'b ar-Araa'wi, menurut Jumhur tokoh-tokoh ulama Hadis dan fiqih bahwa orang yang bisa di terima periwayatannya sebagai berikut:
صفة من تقبل روايته
إحداها: أجمع الجماهير من أئمة الحديث٬ والفقه أنه يشترط أن يكون عادلا٬ ضابطا بأن يكون مسلما٬ بالغا٬ عاقلا٬ سليما من أسباب الفسق٬ و خوارم المروءة٬ مستيقظا الخ....
الثانية: تثبت العدالة بتنصيص العدلين عليها أو باالإستفاضة الخ....
Yaitu ada dua kriteria:
1) Adalah seorang rawi yang adalah (karakteristik moralnya baik), yaitu seorang muslim, telah baligh, berakal sehat, terbebas dari kefasikan dan hal-hal yang dapat menyebabkan harga dirinya jatuh, dan ia meriwayatkan dalam keadaan sadar
2) Seorang rawi yang menguasai hafalannya, tidak banyak lupa, menguasai isi kitabnya, jika ia meriwayatkan hadis dari kitab itu.
Kredibilitas seorang rawi, no 1 dapat dipastikan dengan adanya pengakuan terhadap kredibilitasnya dari dua orang 'adil atau bisa juga dengan istifadlah (melihat reputasi kredibilitasnya).
Ibnu'Abd Barr menambahkan bahwa seseorang yang ahli dalam suatu disiplin ilmu, dan ia dikenal mempunyai perhatian yang serius terhadap bidangnya itu, selalu dapat dipastikan kredibilitasnya.
Seorang rawi yang terkenal kredibilitasnya dikalangan para ahli dan mendapat banyak pujian, maka kredibilitasnya sudah layak dan tidak perlu diteliti kembali. Seperti Ma'lik, Sufyan al-Tsauri, Syafi'i dan tokoh-tokoh lainnya.
Sedangkan kedlabitan seorang rawi, no 2 dapat diketahui dengan kesesuaian periwayatannya dengan periwayatan-periwayatan para rawi tsiqoh lainnya yang diakui kapasitas intelektualnya.

AL-JARH WAT TA'DIL
(Menilai kredibilitas perawi)
A. Ta'rif al-jarh wat ta'dil
Ilmu pengetahuan yang membahas tentang memberikan kritikan adanya aib atau memberikan pujian kepada seorang rawi disebut "ilmu jarh wat ta'dil"
Dr. Ajjaj Al-Khatib memberikan terminologi "ilmu jarh wat ta'dil" sebagai berikut:
هو العلم الذى يبحث فى أحوال الرواة من حيث قبول روايتهم أو ردّها.
"ialah suatu ilmu yang membahas hal ihwal para perawi dari segi diterim atau ditolak periwayatannya."
Ada pula yang mendefinisikan bahwa "ilmu jarh wat ta'dil" ialah:
علم يبحث فيه عن جرح الرواة وتعديلهم بألفاظ مخصوصة وعن مراتب تلك الألفاظ.
"Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat yang dihadapkan pada perawi dan penta'dilannya (memandang adil para perawi ) dengan memakai kata-kata yang husus dan menerangkan tentang martabat-martabat kata tersebut."

1.      Ta'rif makna jarh
Lafal "jarh" dipandang dari sudut etimologi adalah berarti cacat. Jarh adalah sifat seorang rawi yang dapat mencacatkan keadilannya dan kehafalannya. Men-jarh atau men-tajrih seorang rawi berarti menyipati seorang rawi dengan sifat-sifat yang dapat menyebabkan kelemahan atau tertolaknya apa yang diriwayatkannya.

Adapun definisi jarh yaitu:

أن يذكر الراوى بما يوجب ردّ روايته من إثبات صفة راد أو نفي صفة قبول.
"Yaitu seorang rawi yang disifati dengan sesuatu yang dapat tertolak periwayatannya dari ketetapan kriteria tertolak atau hilangnya sifat yang dapat diterimanya riwayat tersebut"
sebagian ulama Hadis pula yang mendefinisikan:
الطعن في راوى الحديث بما يسلب أو يخلّ بعدالته أو ضبطه.
"Kecatatan pada perawi hadits disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedabitan perawi"


2. Ta'rif makna ta'dil

Dipandang dari sudut etimologi, lafal ta'dil adalah berarti adil, adil adalah sifat seorang perawi yang terpuji yang dapat menyebabkan diterima periwayatannya. Memberikan sifat-sifat terpuji kepada seorang rawi hingga apa yang diriwayatkannya dapat diterima disebut men-ta'dilkannya.

Adapun definisi ta'dil menurut ulama Hadis yaitu:
أن يذكر الراوي بما يوجب قبول روايته من إثبات صفة قبول أو نفي صفة راد.
"Yaitu seorang rawi yang disifati dengan sesuatu yanng dapat diterima periwayatannya dari ketetapan kriteria maqbul atau hilangnya sifat tertolak (riwayatnya).
Ada pula ulama hadis yang mendefinisikan:
هو تزكية الراوى و الحكم عليه بأنّه عدل أو ضابط.
"Lawan dari al-Jarh yaitu pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan bahwa ia adil atau dlabit"

3. Syarat-syarat diterimanya jarh dan ta'dil:

            Bagi orang yang men-ta'dilkan (mu'addil ) dan orang yang men-jar-kan (jarih) diperlukan syarat-syarat yakni:
1.      Berilmu pengetahuan
2.      Bertakwa
3.      Wara' ( orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syubhat-syubhat, dosa-dosa kecil, dan makruhat-makruhat )
4.      Jujur
5.      Menjauhi fanatik golongan dan
6.      Mengetauhi dan menyebutkan sebab-sebab untuk men-ta'dil-kan dan men-tajrihkan.

Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa men-ta'dilkan seorang rawi tanpa menyebutkan faktor-faktor (sebab-sebab) yang melatarbelakanginya bisa diterima.
Mengenai jumlah ahli yang melakuka jarh dan ta'dil bisa dilakukan oleh seorang ahli, ada yang berpendapat harus ada dua ahli, dan ketika jarh dan ta'dil pada diri rawi itu di kumpulkan maka jarh pada diri rawi tersebut didahulukan, periwayatan seorang perawi yang tidak diketahui kredibilitasnya tidak dapat diterima

4. Macam-macam aib
Macam-macam aib yang dapat mengakibatkan seorang perawi tidak diterima riwayatnya itu banyak, akan tetapi pada umumnya hanya berkisar kepada 5 macam saja. Yakni:
1.      Bid'ah (melakukan tindakan tercela, dil uar ketentuan syariat)
Orang yang biasanya disifati dengan bid'ah adakalanya orang yang tergolong dikafirkan dan adakalanya tergolong orang yang difasikan. Mereka yang dianggap kafir, ialah golongan rhafidlah, yang mempercayai bahwa tuhan itu menyusup (bersatu) dengan sayyidina Ali, dan pada imam-imam lain, dan mempercayai bahwa ali akan kembali kedunia sebelum hari kiamat, sedang orang-orang yang dianggap fasik, ialah orang yang mempunyai I'tikad berlawanan dengan syari'at.
2. Mukhalafah (melaini dengan periwayatan yang lebih tsikoh)
Mukhalafah yang dapat menimbulkan kejanggalan atau disebut syadz dan kemungkaran suatu hadis atau disebut munkar.
3. Ghalath (banyak kekeliruan dalam periwayatan)
Seorang rawi yang disifati banyak kesalahannya maka hendaklah diadakan peninjauan terhadap hadist-hadist lain yang periwayatannya tidak disifati ghalath, maka hadis periwayatannya itu dapat dipakai.
4. Jahalatu'l-hal (tidak dikenal identitasnya)
Menurut ahli hadis adalah seorang rawi yang tidak diketahui oleh para ulama dan hadisnya diketahui dari satu jalur, faktor minimal yang dapat menghapus kemajhulan seorang rawi ialah adanya dua rawi terkenal meriwayatkan hadis dari rawi tersebut. Ibnu Abd al-Barr mengutip pendapat yang sama dengan para ahli hadis.
5. Da'wa'l-inqitho (diduga sanadnya tidak bersambung)
Da'wa'l-inqitho(diduga sanadnya tidak bersambung) dalam sanad seperti mentadliskan dan mengirsalkan hadist.

B. Susunan lafal-lafal untuk men ta'dilkan atau men tajrihkan rawi

1.      Bentuk redaksi ta'dil
Ibnu Abi Hatim telah menyusun bentuk redaksi jarh dan ta'dil. Redaksi ta'dil terbagi kedalam beberapa tingkatan sebagai mana yang kami kutip dalam kitab tadrib al-rawi sebagai berikut:
أعلاها: ثقة أو متقن أو ثبت أو حجة أو عدل حافظ أو ضابط ٬ الثانية: صدوق أو محله صدق أو لابأس به٬ الثالثة : شيخ فيكتب وينظر٬ الرابعة: صالح الحديث يكتب بالإعتبار
a.       Redaksi yang pertama adalah tsiqoh , mutqin (kapasitas intelektualnya memadai), tsabt (bisa ditetapkan), hujjah (menjadi dasar hukum), adl hafzh (seorang rawi yang adl dan hafz), dan dlabith.
b.      Shaduq (rawi yang sangat jujur), mahalluhu al-shidq (posisinya dikategorikan jujur), la'ba'sa' bihi (rawi ini tidak bermasalah).
c.       Syaikh (seorang guru hadits)
d.      Shalih al-hadits (hadis ini layak pakai)

2.      Bentuk redaksi Jarh
redaksi jarh pun terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
أعلاها: لين الحديث٬ ليس بقوي٬ ضعيف الحديث٬ متروك الحديث
layyin al-hadis, laisa biqowi, dlaif al-hadis, matruk al-hadis.

C. Pertentangan (Ta'arudl) antara jarh dan ta'dil

Apabila terjadi ta'arudl antara jarh dan ta'dil pada sebagian rawi -yakni seorang ulama men ta'dilkan dan sebagian ulama lain mentajrihkan- maka dalam hal ini terdapat empat pendapat:
1) jarh harus didahulukan secara mutlak walaupun jumlah muaddilnya lebih banyak dari pada jarihnya. Sebab bagi jarih tentu mempunyai kelebihan ilmu yang tidak diketahui oleh muadil, pendapat ini di pegang oleh jumhur ulama.
2) Ta'dil harus didahulukan dari pada jarih karena si jarih dalam mengaibkan si rawi kurang tepat, apalagi kalau mentajrihnya karena rasa benci. Sedangkan muaddil tentu tidak sembarangan dalam menta'dilkan seseorang sebelum mempunyai alasan yang tepat dan logis.
3) Bila jumlah mu'addilnya lebih banyak daripada jarihnya, didahulukan ta'dil. Sebab jumlah ynag banyak itu dapat memperkuat kedudukan mereka dan mengharuskan mengamalkan kabar-kabar mereka.
4) Masih tetap dalam ketaarudlannya selama belum ditemukan yang merajihkannya.

D. Faedah ilmu jarh wat ta'dil

Faedah mengetahui ilmu al-jarh wa at-ta'dil ialah untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali, apabila seorang rawi di jarh oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak dan apabila seorang rawi dipuji sebagai seorang yang adil, maka periwayatannya dapat diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadis dipenuhi.


F. Kitab-kitab jarh wat ta'dil

1.      Ma'rifatu al-Rijal karya Yahya bin Ma'in termasuk kitab pertama,
2.      Ad-Dluafa dan Taarikh al-Kabi'r karya Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari (192-252 H)
3.      Atsiqot karya Abu Hatim bin Hiban al-Busty (wafat tahun 304 H)
4.      Dan banyak lagi.

LihatTutupKomentar

القرأن حجة لنا


Membaca Al-Quran secara rutin tiap hari dengan metode: ”فَمِي بِشَوْقٍ“ Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. - Huruf “mim” maksudnya dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya dimulai dari surah qaf hingga akhir mushaf yaitu surah an-nas. Channel

murajaah

Literature Review

fikih (184) Tasawwuf (122) Local Wisdom (59) hadis (51) Tauhid (45) Ilmu Hadis (28) Bahasa Arab (25) Kebangsaan (23) Moderasi Beragama (22) Biografi (20) Tafsir (20) Al Quran (19) ilmu tafsir (2)

Dendam

Total Tayangan Halaman

HEAD

kongko bareng emte

Foto saya
belajar sepanjang hayat, santri berbahasa Arab dan Inggris dari Sukabumi Jawa Barat yang meretas dunia tanpa batas