-->

Matn Akidah at-Tahawiyah

Matan Aqidah Ath-Thahawiyah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam

Telah berkata Al-Allamah Hujjatul Islam Abu Ja’far Al-Warraq At-Thahawi –di Meshir- Semoga Allah merahmatinya :

“Ini adalah penjelasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut madzhab yang dianut oleh para fuqaha’ (ahli agama): Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al-Kufy, Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-Anshary, dan Abu ‘Abdillah Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibany –semoga keridloan Allah tercurah kepada mereka semua-, dan ini adalah pokok-pokok agama yang menjadi keyakinan mereka dalam memahami agama Tuhan seluruh alam.

Kami menyatakan dalam mengesakan Allah dengan berkeyakinan semata-mata berkat taufiq (pertolongan) Allah: Sesungguhnya Allah itu Esa tidak ada sekutu bagi-Nya.
Tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.
Tidak ada sesuatupun yang dapat melemahkan-Nya.
Tidak ada Tuhan selain Dia.
Dia bersifat Qadim tanpa permulaan dan Dia bersifat Kekal tanpa ada kesudahan.
Dia tidak akan fana dan tidak akan binasa.
Tidak ada sesuatupun yang terjadi kecuali dengan kehendak-Nya.
Dia tidak dapat dijangkau oleh dugaan (angan-angan) dan juga oleh akal pikiran.
Dia tidak menyerupai makhluk-Nya.
Dia Hidup tidak akan mati, Dia selalu jaga tidak pernah tidur.
Dia Sang Pencipta tanpa membutuhkan kepada ciptaan-Nya, Yang memberi rizki tanpa keberatan.
Dia Yang mematikan makhluk hidup tanpa khawatir akan adanya sesuatu yang membahayakan, Dia yang membangkitkan orang-orang yang telah mati tanpa ada kesulitan.
Allah beserta sifat-sifat-Nya senantiasa qadim (tidak ada permulaan) sebelum adanya ciptaan, serta tak satupun dari sifat-Nya yang bertambah dari sebelumnya setelah adanya makhluk. Sebagaimana Dia beserta sifat-sifat-Nya adalah Azali,demikian juga Dia beserta sifat-sifat-Nya senantiasa abadi.
Nama Allah sebagai Al-Khalik bukannya baru diperoleh setelah diciptakanya makhluk, dan nama Allah sebagai Al-Bari bukannya baru diperoleh setelah adanya manusia (makhluk).
Dia mempunyai sifat Rububiyah (Pengatur) dan bukan yang diatur, Dia Sang Pencipta dan bukan yang diciptakan.
Sebagaimana nama Dia setelah menghidupkan adalah Muhyi al-mauta (yang menghidupkan orang-orang yang telah mati), Dia juga berhak menyandang nama Muhyil mauta sebelum Dia menghidupkan makhluk. Begitu juga Dia berhak menyandang nama Al-Khaliq (Sang Pencipta) sebelum Dia menciptakan makhluk.
Hal itu karena Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, segala sesuatu butuh pada-Nya dan segala urusan menjadi mudah bagi-Nya, Dia tidak berhajat kepada sesuatu, tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Dia menciptakan makhluk dengan ilmu-Nya.
Dia menentukan taqdir bagi makhluk-Nya.
Dia menentukan ajal (kematian) bagi makhluk-Nya.
Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya, dan Dia telah mengetahui apa yang akan diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan.
Dia memerintahkan makhluk-Nya agar mentaati-Nya dan melarang mereka melakukan maksiat kepada-Nya.
Segala sesuatu berjalan dengan taqdir dan kehendak-Nya. Segala sesuatu yang dikehendakiNya pasti akan terlaksana,tak ada kehendak bagi hamba kecuali atas apa yang telah dikehendaki oleh Allah. Maka segala sesuatu yang dikehendaki terjadinya oleh Allah bagi makhluk-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki terjadinya oleh Allah pasti tidak akan terjadi.
Dia memberi hidayah, melindungi, memaafkan siapa saja yang Ia kehendaki karena karunia-Nya. Dan Dia menjadikan sesat, menjadikan terlantar (terhina) dan memberi cobaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya karena keadilan-Nya.
Semua makhluk berbolak balik di dalam kehendak-Nya, antara karunia dan keadilan-Nya.
Dia Maha Suci dari mempunyai tandingan dan dari sesuatu yang menyerupai-Nya.
Tidak ada yang mampu menolak ketentuan-Nya, menahan keputusan-Nya serta mengalahkan urusan-Nya.
Kita mengimani seluruh hal itu (yang telah disebutkan di atas) dan meyakini segala sesuatu yang datang dari pada-Nya.
Kita mengimani bahwa Muhammad ( adalah hamba dan pilihan-Nya, serta rasul yang diridhai-Nya.
Bahwa sesungguhnya dia adalah penutup para nabi, imam orang-orang yang bertaqwa, pemimpin para rasul, dan kekasih Tuhan seluruh alam.
Setiap pengakuan kenabian sesudahnya adalah kesesatan dan hawa nafsu.
Dia diutus kepada semua jin dan manusia dengan membawa kebenaran, petunjuk, cahaya dan jalan terang.
Bahwa sesungguhnya Al-Qur’an adalah “kalam (firman) Allah” (yang diturunkan dari pada Allah kepada nabi-Nya) dengan tanpa disifati dengan sifat-sifat makhluk. Allah menurunkannya kepada rasul-Nya sebagai wahyu, orang-orang mukmin meyakininya sebagai kebenaran. Mereka meyakininya bahwa Al-Qur’am adalah kalamullah yang sesungguhnya, bukan makhluk seperti perkataan manusia. Barang siapa yang mendengarnya (Al-Qur’an), kemudian menganggap (meyakini) bahwa Al-Qur’an adalah perkataan manusia, maka dia telah kufur. Allah telah mencela, menghina dan mengancamnya dengan neraka “saqar”, sebagaimana firman Allah: “Aku akan masukkan dia ke neraka saqar”. [Al-Mudatstsir: 26]. Ketika Allah mengancamnya dengan neraka saqar bagi siapa saja yang meyakini bahwa Al-Qur’an adalah perkataan manusia, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”. [Al-Mudatstsir: 25], maka kita tahu dan yakin bahwa Al-Qur’an adalah perkataan Sang Pencipta manusia, dan Al-Qur’an tidak menyerupai perkataan manusia.
Barang siapa yang mensifati Allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia, maka dia telah kafir. Maka barang siapa yang memahami hal ini, niscaya dia akan dapat mengambil pelajaran, dan dapat menghindar dari semisal perkataan orang-orang kafir, dan dia juga dapat mengetahui bahwa Allah dengan sifat-sifat-Nya tidak seperti manusia.
Melihat Allah bagi penduduk surga adalah haq (benar), tanpa meliputi dan tanpa disertai “kaifiyah” (sifat-sifat makhluk). Sebagaimana firman Allah: “Wajah-wajah mereka pada hari itu putih berseri-seri, kepada Allah mereka melihat”. [Al-Qiyamah: 22-23]. Penafsiran yang berkenaan dengan makna “melihat Allah” adalah sesuai dengan apa yang telah Allah kehendaki dan Allah ketahui. Dan setiap dalil yang datang dari hadits shahih dari rasulullah (, maka artinya adalah sebagaimana yang dikehendaki oleh rasulullah, kita tidak menta’wilnya hanya dengan berdasarkan pendapat kita, dan kita tidak menduga-duga dengan berdasarkan hawa nafsu kita. Sesungguhnya tidak akan selamat agama seseorang, kecuali orang yang berserah diri kepada Allah dan rasul-Nya ( (meyakini bahwa masalah-masalah agama yang ada pada syariat adalah sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah dan rasul-Nya), serta mengembalikan dalam memahami apa saja yang belum jelas baginya kepada yang mengetahuinya (Allah).
Tidak akan kokoh keislaman seseorang kecuali di atas dasar rasa pasrah (ridlo terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah), dan tunduk terhadap syariat (menerima apa saja baik itu berupa aqidah atau hukum syariat). Barang siapa mencari (berusaha) mengetahu hal-hal yang dilarang untuk diketahuinya dan pemahamannya tidak menjadikan ia merasa cukup puas dengan hanya pasrah (ridla terhadap sesuatu yang datang dari Allah), maka pencarian (usahanya) itu akan menghalanginya untuk memperoleh tauhid yang murni, ma’rifat yang bersih dan iman yang benar. Kemudian dia akan menjadi bimbang (ragu-ragu) antara kekufuran dan keimanan, antara membenarkan dan mendustakan, antara mengakui dan mengingkari, dia berada dalam keadaan was-was dan ragu (tidak menentu), dia tidak menjadi mukmin yang membenarkan dan dia juga tidak menjadi penentang yang mendustakan.
Tidak dianggap sah (benar) keimanan seseorang terhadap “ru’yatullah” (melihat Allah) bagi penduduk surga, bagi orang yang menganggap kebenaran melihat Allah itu hanya dengan praduga atau ment’wil “ru’yatullah” dengan akal fikiran saja. Karena penafsiran “ru’yatullah” dan penafsiran sifat-sifat yang disandarkan kepada Tuhan adalah dengan meninggalkan ta’wil (yang jauh dari kebenaran), dan dengan kepasrahan. Dan inilah sandaran agama kaum muslimin. Dan barang siapa yang tidak menjauhi “an-nafyi” (peniadaan terhadap apa yang telah ditetapkan adanya oleh Allah) dan “at-tasybih” (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), maka dia akan tersesat (dari jalan yang benar) dan (dianggap) tidak mensucikan Allah (dari hal-hal yang Allah wajib Maha Suci dari padanya), karena Tuhan kita disifati dengan sifat-sifat ke-Maha tunggalan (Maha Esa), tidak ada seorangpun dari makhluk-Nya yang bersifat dengan sifat-sifat Allah.
Allah Maha Suci dari mempunyai bentuk, batas-batas akhir, sisi-sisi (dimensi), unsur-unsur anggaota tubuh (yang besar) dan perangkat-perangkat tubuh (anggota tubuh yang kecil, seperti anak lidah dll.), Dia tidak diliputi oleh arah yang enam (atas dan bawah, kanan dan kiri, dan depan dan belakang), sebagaimana sekalian makhluk-Nya.
Peristiwa Mi’raj adalah benar, nabi telah diperjalankan pada malam hari oleh Allah dan juga telah diangkat ke langit dengan jasadnya dalam keadaan jaga (tidak tidur). Kemudian menuju ke tempat yang dikehendaki dari pada alam atas. Allah memuliakannya sesuai dengan kehendak-Nya dan Allah memberinya wahyu apa saja yang akan Allah wahyukan kepadanya. “Hatinya (hati nabi) tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya”. [An-Najm: 11]. Semoga Allah menambahkan rahmat ta’dhim dan salam-Nya kepadanya di dunia dan juga di akhirat.
Al-Haudl (telaga) yang dengannya Allah Ta’ala memuliakan nabi sebagai pertolongan bagi umatnya adalah benar adanya.
Syafa’at yang diperuntukkan bagi umatnya adalah benar, sebagaimana telah diriwayatkan di dalam beberapa hadits.
Mitsaq (perjanjian) yang telah dibuat oleh Allah untuk nabi Adam dan keturunannya adalah benar.
Allah telah mengetahui (pada azal) jumlah orang-orang yang akan masuk surga dan jumlah orang-orang yang akan masuk neraka secara keseluruhan. Kemudian jumlah itu tidak akan bertambah dan juga tidak akan berkurang.
Demikian juga Allah mengetahui perbuatan yang akan mereka lakukan. Setiap makhluk akan dimudahkan atas apa yang telah diciptakan (ditaqdirkan) baginya. (Balasan) amal perbuatan hamba adalah tergantung pada kesudahannya. Orang yang bahagia adalah orang yang bahagia berdasarkan ketentuan Allah, dan orang yang celaka adalah orang yang celaka berdasarkan ketentuan Allah juga.
Hakekat taqdir adalah rahasia Allah atas makhluk-Nya, taqdir itu tidak diketahui oleh malaikat yang dekat dengan-Nya sekalipun, dan juga tidak diketahui oleh nabi yang diutus. Berfikir untuk menyelidiki masalah taqdir adalah jalan menuju kehinaan, tangga menuju kearah terhalang dari pertolongan Allah dan tingkatan menuju perbuatan melampau batas. Oleh karenanya berhati-hatilah dalam menyelidiki, memikirkan dan memeperbincangkan masalah taqdir, karena Allah telah menutup jalan untuk mengetahui hakekat taqdir dari makhluk-Nya, serta Allah melarang mencari (berusaha) untuk mengetahui hakekat taqdir. Sebagaimana firman Allah di dalam kitab-Nya: “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai”. [Al-Anbiya’: 23]. Barang siapa menanyakan, “Kenapa Dia melakukan itu”, berarti orang tersebut menolak hukum (nash) kitab (Al-Qur’an), dan barang siapa menolak hukum (nash) kitab (Al-Qur’an), maka dia termasuk golongan orang-orang kafir.
Inilah sejumlah persoalan yang dibutuhkan oleh orang yang hatinya terang dari kalangan wali-wali Allah, dan ini adalah derajat (tingkatan) orang-orang yang telah mendalam ilmunya, kerena ilmu itu ada dua macam: Ilmul maujud, yaitu ilmu yang ada pada makhluk (seperti ilmu aqidah, hukum dan ilmu lain yang bermanfaat di dalam mencari penghidupan), dan Ilmul mafqud, yaitu ilmu yang tidak ada jika dinisbatkan (disandarkan) kepada makhluk (seperti ilmu untuk mengetahui masalah-masalah gaib, seperti datangnya hari kiyamat dll.). Ingkar terhadap ilmul maujud adalah kekufuran, demikian juga mengaku mengerti ilmul mafqud adalah juga kekufuran. Keimanan seorang itu tidak akan kokoh kecuali jika ia bersedia menerima adanya ilmul maujud dan meninggalkan mencari ilmul mafqud.
Kita mengimani adanya Lauh Mahfudh, Qalam dan apa saja yang telah ditulis (di dalam lauh mahfudh). Sekalipun para makhluk seluruhnya berkumpul untuk melakukan sesuatu yang telah Allah tetapkan kejadiannya agar tidak terjadi, pastilah mereka tidak akan mampu melakukannya. Demikian juga seandainya semua makhluk berkumpul untuk melakukan sesuatu yang tidak ditetapkan oleh Allah terjadinya agar terjadi, maka pastilah mereka tidak akan mampu melakukannya. Telah keringlah pena (telah selesai menulis) apa yang akan terjadi hingga hari kiyamat. Dan apa yang telah ditaqdirkan tidak menimpa seseorang, maka tidak akan menimpanya. Dan apa yang telah ditaqdirkan menimpanya, maka tidak akan meleset dari padanya.
Seorang hamba wajib mengetahui bahwa ilmu Allah telah mendahului segala sesuatu yang akan terjadi pada makhluk-Nya. Allah telah menentukan hal itu dengan taqdir-Nya yang pasti, tidak ada pembatalan, penundaan, penghapusan, perubahan, pengurangan dan penambahan dari makhluk-Nya di langit dan di bumi-Nya. Hal itu merupakan ikatan iman, dasar-dasar ma’rifat, dan pengakuan terhadap ke-Esaan dan ke-Tuhanan Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala di dalam kitab-Nya: “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukurannya serapi-rapinya”. [Al-Furqan: 2], dan firman Allah: “Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku”. [Al-Ahzab: 38]. Celakalah bagi siapa saja yang menjadi musuh bagi Allah dalam masalah taqdir dan memperbincangkannya dengan hati yang sakit (ada keraguan). Dia berusaha meneliti perkara gaib yang merupakan rahasia tersembunyi hanya berdasarkan praduga, dan akhirnya dia kembali dengan membawa apa yang diucapkannya dalam masalah taqdir sebagai pendusta dan orang yang berdosa.
Arsy dan Kursiy adalah benar adanya.
Dia (Allah) tidak memerlukan (berhajat) kepada ‘Arsy dan kepada selain ‘arsy.
Dia (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi segala sesuatu, (ilmu dan kekuasaan-Nya) di atas segala sesuatu, dan Dia telah menjadikan makhluk-Nya lemah (tidak mempunyai kemampuan) untuk meliputi (segala sesuatu dengan ilmu mereka).
Kita menyatakan bahwa Allah telah menjadikan nabi Ibrahim sebagai kekasih-Nya, dan Allah telah benar-benar memperdengarkan kalam-Nya kepada nabi Musa. Kita meyakininya dengan penuh keimanan, pembenaran dan kepasrahan.
Kita mengimani para malaikat, para nabi, kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul (utusan), dan kita bersaksi bahwa mereka berada dalam kebenaran yang nyata.
Kita menamai para ahli kiblat kita sebagai orang-orang muslim dan orang-orang mukmin selama mereka mengakui terhadap apa yang dibawa oleh nabi ( dan membenarkan serta tidak mengingkari terhadap apa yang dikatakan dan diberitakan oleh nabi (.
Kita tidak memikirkan mengenai Dzat Allah, dan kita tidak saling berbantah-bantahan dalam masalah agama (yang tidak kita ketahui).
Kita tidak saling berbantah-bantahan (berdebat) dalam masalah Al-Qur’an, dan kita bersaksi bahwa Al-Qur’an adalah kalam Tuhan seluruh alam, diturunkan melalui Ar-Ruhul Amin (malaikat Jibril), kemudian diajarkannya kepada pemimpin para rasul yaitu nabi Muhammad (. Al-Qur’an adalah kalamullah yang tidak menyerupai sesuatupun dari kalam (perkataan) makhluk. Dan kita tidak mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk (ciptaan)-Nya. Dan kita juga tidak menyalahi jamaah kaum muslimin (Ijma’ para mujtahid Ahlussunnah Wal Jamaah).
Kita tidak mengkafirkan seseorangpun dari ahlil kiblat karena dosa yang dilakukannya, selama dia tidak menghalalkan perbuatan dosa tersebut.
Kita tidak mengatakan bahwa dosa tidak membahayakan keimanan seseorang yang melakukannya.
Kita brharap bagi para muhsinin (orang-orang yang bertaqwa) dari kalangan orang-orang mukmin agar Allah berkenan mengampuni dosa-dosa mereka dan memasukkan mereka ke surga karena rahmat-Nya. Dan kita tidak merasa aman dari ancaman Allah terhadap mereka. Kita tidak memastikan masuk surga bagi mereka. Dan kita memohonkan ampunan bagi pelaku kejahatan dari mereka, kita menghawatirkan mereka akan diadzab (disiksa) karena dosa-dosanya, dan kita juga tidak menyebabkan mereka berputus asa dari rahmat-Nya.
Merasa aman dari ancaman Allah (menafikan adzab Allah bagi orang yang melakukan maksiat) dan putus asa dari rahmat Allah (meyakini bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa orang muslim yang bertaubat), keduanya adalah perbuatan yang dapat mengeluarkan manusia dari Islam. Dan jalan yang benar bagi ahlil kiblat adalah antara keduanya (antara al-amn dan al-iyas).
Seseorang hamba tidak dianggap keluar dari Islam kecuali jika ia mengingjkari apa yang termasuk dari keimanan (ajaran agama).
Iman adalah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati.
Semua yang shahih (benar-benar) dari rasulullah ( tentang syariat dan penjelasan adalah benar.
Iman itu adalah satu, orang-orang yang beriman pada dasarnya adalah sama (tidak ada perbedaan diantara mereka). Sedangkan yang membedakan di atara mereka adalah terletak pada rasa takut dan taqwanya (kepada Allah), tidak mengikuti hawa nafsu dan komitmen memperbanyak amalan-amalan utama (sunnah).
Orang-orang mukmin semuanya adalah wali Allah Tuhan Yang Maha Pengasih. Dan yang paling mulia di antara mereka menurut Allah adalah yang paling taat mengikuti Al-Qur’an diantara mereka.
Keimanan itu meliputi: iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan taqdir (ketentuan) yang baik dan yang buruk, atau yang manis dan yang pahit dari pada Allah.
Kita mengimani hal itu semua, kita tidak membeda-bedakan antara seorang rasul dengan rasul-rasul yang lain, dan kita membenarkan mereka semua atas apa yang mereka bawa.
Para pelaku dosa besar dari kalangan umat Muhammad ( akan masuk neraka, akan tetapi mereka tidak kekal, apabila mereka mati dalam keadaan bertauhid walaupun mereka belum sempat bertaubat, mereka mati dalam keadaan mengenal, dan mengimani Allah dan rasul-Nya. Mereka berada dalam kehendak dan hukum Allah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an: “Dan Allah mengampuni dosa selain itu (syirik) bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya”. [An-Nisa’: 48], dan jika Allah berkehendak, bisa juga mereka disiksa di neraka karena keadilan-Nya, kemudian mereka dikeluarkan dari neraka karena rahmat-Nya dan syafa’at para pemberi syafa’at dari kalangan orang-orang yang taat kepada-Nya. Setelah itu mereka dimasukkan ke dalam surga. Hal itu karena Allah Ta’ala memelihara dan menolong hamba-Nya yang ahli ma’rifat dan tidak menjadikan mereka ketika di dunia dan akhirat seperti orang-orang yang ingkar (terhadap agama Allah) yang terhalang dari hidayah-Nya dan tidak memperoleh wilayah (perwalian)-Nya. Ya Allah penolong Islam dan kaum muslimin, teguhkanlah kami di dalam Islam hingga kematian menjemput kami.
Kita menganggap sah shalat di belakang orang yang baik dan orang yang jahat dari kalangan ahlil qiblat. Dan kita juga menganggap wajib hukum menshalati mereka yang meninggal.
Kita tidak memastikan seorangpun dari mereka dengan akan masuk surga atau neraka. Dan kita juga tidak memastikan kekufuran, kemusyrikan, dan kemunafikan (dalam keimanan) mereka selama belum jelas adanya dalil (bukti) yang menyatakan hal tersebut (kekufuran, kemusyrikan, dan kemunafikan mereka). Dan kita serahkan kepada Allah isi hati mereka.
Kita tidak boleh mengangkat pedang (senjata) untuk memebunuh seseorang dari umat Muhammad ( kecuali terhadap orang yang wajib dihadapi dengan pedang.
Kita tidak berpendapat diperbolehkannya keluar (membelot) dari para imam (pemimpin) kita, serta penanggung jawab (penguasa muslim) kita. Sekalipun mereka berbuat aniaya, kita tidak boleh mendoakan jelek terhadap mereka, dan kita juga tidak boleh membangkang (tidak taat) mereka. Kita berpendapat bahwa taat kepada mereka (penguasa muslim) adalah termasuk taat kepada Allah yang diwajibkan, kecuali mereka memerintahkan suatu kemaksiatan. Dan kita juga mendoakan mereka dengan kebaikan dan diampuninya perbuatan aniaya mereka.
Kita Ittiba’ (mengikuti) sunnah dan jamaah (orang-orang yang mengikuti aqidah para sahabat, para tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik), serta menjauhi keganjilan-keganjilan (yang keluar dari ijma’=konsensus para ulama’ mujtahid), perselisihan dan perpecahan.
Kita mencintai orang-orang yang berlaku adil (dari kalangan penguasa muslim), amanah (dapat dipercaya). Dan kita membenci orang-orang yang berbuat aniaya dan khiyanat.
Kita mengatakan bahwa Allah lebih tahu terhadap permasalahan yang masih samar ilmunya bagi kita.
Kita berpendapat disyariatkannya mengusap al-khuf (sepatu yang menutupi kedua mata kaki) dalam keadaan bepergian atau tidak bepergian, sebagaimana tersebut dalam atsar.
Haji dan jihad adalah dua hal yang telah diwajibkan bersama-sama dengan penguasa muslim yang baik ataupun yang buruk hingga hari kiyamat, keduanya tidak dibatalkan atau digugurkan oleh sesuatu apapun.
Kita mengimani adanya Kiraman Katibin (malaikat yang bertugas mencatat amal perbuatan hamba) karena Allah telah menjadikan mereka sebagai penjaga (pencatat amal) kita.
Kita mengimani malakul maut (pencabut nyawa) yang bertugas mencabut nyawa seluruh makhluk.
Kita mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapat adzab, kita mengimani adanya pertanyaan Munkar dan Nakir di alam kubur tentang; Tuhannya, agamanya, dan nabinya. Sebagaimana berita-berita yang datang dari rasulullah ( dan dari para sahabat – semoga keridlaan Allah tetap tercurah bagi mereka-.
Alam kubur adalah taman di antara taman-taman surga, atau lubang (galian) di antara lubang-lubang neraka.
Kita mengimani adanya hari kebangkitandan pembalasan amal pada hari kiyamat, kita mengimani al-‘ardl (diperlihatkannya seluruh amal perbuatan hamba), hisab (dihitungnya amal), dibacanya kitab (catatan amal), pahala dan siksaan, serta shirath (jembatan) dan mizan ( timbangan amal).
Surga dan neraka, keduanya keduanya adalah makhluk yang tidak akan sirna dan tidak akan binasa selama-lamanya. Sesungguhnya Allah telah menciptakan surga dan neraka sebelum manusia, dan Allah menciptakan penghuni untuk keduanya. Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah masuk surga, maka itu adalah karena anugerah-Nya, dan siapa saja yang dikehendaki oleh Allah masuk neraka, maka itu adalah karena keadilan-Nya. Masing-masing hamba berbuat sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah baginya di lauh mahfudh, dan ia akan kembali kepada apa yang telah menjadi taqdirnya.
Kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang telah ditetapkan bagi para hamba.
Al-Istitha’ah (kemampuan) yang dengan adanya istitha’ah tersebut terlaksanalah suatu perbuatan, adalah semacam taufiq hidayah (kemampuan untuk melakukan ketaatan) dimana makhluk tidak boleh disifati dengan taufiq hidayah, maka istitha’ah semacam ini adanya bersamaan dengan perbuatan. Adapun Istitha’ah dari segi kesehatan, potensi (kemampuan), kekuatan dan normalnya alat-alat tubuh, maka istitha’ah semacam ini adanya sebelum perbuatan. Dengan adanya istitha’ah yang kedua inilah khithab taklifiy (hukum) itu digantungkan. Ini sesuai dengan firman Allah: “Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya”. [Al-Baqarah: 286].
Perbuatan hamba adalah ciptaan Allah sedangkan kasab (usaha) adalah dari hamba.
Allah tidak membebani hamba-hamba-Nya kecuali dengan apa yang mereka mampu, dan mereka tidak diwajibkan melakukannya kecuali terhadap apa yang dibebankan kepada mereka. Dan ini adalah penafsiran dari : لا حول ولا قوّة إلاّ بالله . kita meyakini bahwa tidak ada daya, gerakan, perubahan bagi seorang hamba dari maksiat kepada Allah kecuali dengan pertolongan-Nya. Demikian juga tidak ada kekuatan bagi seorang hamba untuk menegakkan ketaatan kepada Allah dan tetap menjalankannya kecuali dengan taufiq (pertolongan) Allah.
Segala sesuatu berjalan menurut kehendak, ilmu, qadla’ dan qadar Allah Ta’ala. Kehendak-Nya mengalahkan seluruh kehendak (makhluk-Nya). Ketentuan Allah menglahkan seluruh siasat (tipu daya makhluk-Nya). Allah berbuat apa saja yang Ia kehendaki dan Dia tidak melakukan kedhaliman selama-lamanya. Dia Maha Suci dari semua bentuk keburukan dan kebinasaan dan Dia Maha Suci dari segala aib dan sifat kurang. Firman Allah Ta’ala: “Dia tidak akan ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan mereka (manusia) yang bakal ditanya”. [Al-Anbiya’: 23].
Doa dan sedekahnya orang yang hidup bermanfaat bagi orang-orang yang sudah mati.
Allah Ta’ala mengabulkan doa hamba-hamba-Nya dan memenuhi hajatnya.
Allah berkuasa atas segala sesuatu dan Dia tidak dikuasai oleh sesuatupun. Segala sesuatu setiap saat membutuhkan Allah, dan barang siapa yang menganggap bahwa dia tidak membutuhkan Allah walau hanya sekejap mata, maka dia telah kafir dan termasuk orang-orang yang binasa.
Allah mempunyai sifat marah dan juga ridla, namun marah dan ridla-Nya tidak seperti marah dan ridlanya seseorang dari makhluk.
Kita mencintai para sahabat rasulullah (, namun kita tidak berlebihan dalam mencintai salah seorang dari mereka, serta tidak mengkafirkan salah seorang dari mereka. Kita membenci orang yang membenci para sahabat dan menyebut mereka tidak dengan kebaikan, dan kita tidak menyebut-nyebut mereka kecuali dengan kebaikan. Mencintai para sahabat adalah bagian dari agama, iman dan ihsan, sedangkan membenci mereka (secara keseluruhan) adalah kekufuran kemunafikan dan melampaui batas.
Kita mengakui adanya khilafah setelah rasulullah  (, , yang pertama adalah Abu Bakar ash-Shiddiq (, sebagai sikap mengutamakan dan mendahulukan beliau dari pada seluruh umat, setelah itu Umar bin Khatthab (, kemudian Utsman  ( , dan kemudian Ali bin Abi Thalib, mereka semua adalah para khalifah yang arif bijaksana dan para imam yang mendapat petunjuk.
Sesungguhnya ada sepuluh orang sahabat yang telah diberi kabar gembira dengan masuk surga oleh rasulullah dan kita memastikan bahwa mereka akan masuk surga sesuai dengan apa yang telah dipastikan oleh rasulullah bagi mereka. Dan perkataan rasulullah tersebut adalah benar. Mereka itu adalah: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Thalhah, Zubair, Sa’d, Sa’id, Abdurrahman bin ‘Auf, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah dan dia adalah kepercayaan umat ini –semoga Allah meridlai mereka semua-.
Barang siapa yang membaguskan perkataannya terhadap para sahabat rasulullah (, istri-istrinya yang suci dari segala kotoran, anak keturunannya yang suci dari sewgala najis (syirik), berarti dia terbebas dari kemunafikan.
Para ulama’ salaf yang terdahulu dan para ulama’ setelah mereka adalah Ahlul khair dan atsar, ahli fiqh dan ahli fikir, mereka tidak disebut-sebut kecuali dengan kebaikan. Barang siapa yang menyebut mereka dengan keburukan, maka dia berada di atas jalan yang tidak lurus.
Kita tidak mengutamakan seorang pun dari para wali melebihi seseorang dari para nabi –semoga kesejahteraan atas mereka-, kita mengatakan bahwa seorang nabi itu lebih utama dibanding dengan seluruh para wali.
Kita mengimani adanya karamah yang terjadi pada para wali selama dinukil dari para perawi yang terpercaya.
Kita mengimani adanya tanda-tanda hari kiyamat, seperti keluarnya Dajjal dan turunnya nabi Isa bin Maryam ( dari langit. Kita juga mengimani akan terbitnya mata hari dari tempat terbenamnya (arah barat), dan keluarnya Daabatul ardl (binatang) dari tempatnya.
Kita tidak membenarkan kahin (orang yang memberitahukan suatu perkara yang akan terjadi diwaktu yang akan datang berdasarkan jin, bintang-bintang dan sebab-sebab yang lain), dan ‘arraf (orang yang menceritakan mengenai sesuatu yang samar, seperti pencurian dan barang-barang yang hilang), dan juga orang yang mengakui sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah dan ijma’ para ulama’ mujtahid.
Kita meyakini bahwa jamaah (ijma’ para ulama’ mujtahid) adalah haq (benar), sedang furqah (menyalahi ijma’) adalah penyimpangan dan adzab.
Agama Allah di bumi dan di langit adalah satu, yaitu agama Islam. Firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya agama yang benar menurut Allah adalah Islam”. [Ali Imran: 19]. Dan firman Allah juga: “Dan Aku rela terhadap Islam sebagai agama bagimu”. [Al-Maidah: 3].
Dan Islam itu berada antara ghuluw (melampaui batas dalam agama) dan taqshir (meremehkan), antara tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) dan ta’thil (menafikan sifat-sifat Allah), antara paham jabriyah (meyakini bahwa manusia tidak berbuat apa-apa) dan qadariyah (meyakinia bahwa manusialah yang menciptakan perbuatan ikhtiyar nya dengan qudrah yang telah diciptakan oleh Allah pada dirinya), serta rasa aman dari ancaman Allah dan putus asa dari rahmat-Nya.
Inilah agama dan keyakinan kita lahir dan bathin, kita membebaskan diri kepada Allah dari setiap orang yang menyalahi apa yang telah kita sebutkan dan jelaskan di atas. Kita memohon kepada Allah semoga mengutkan keimanan kita dan menutup akhir hayat kita dengan iman, menjaga kita dari hawa nafsu yang bermacam-macam, paham yang beraneka ragam dan madzhab-madzhab yang rusak, seperti: musyabbihah, mu’tazilah, jahmiyah, jabriyah, qadariyah dan madzhab-madzhab yang lain yang menyalahi As-Sunnah dan jamaah, serta dari mereka yang tetap berada pada kesesatan. Kita bebas dari mereka, dan mereka menurut kita adalah orang-orang yang sesat lagi hina. Dengan pertolongan Allah lah kita mendapat perlindungan dan taufiq.

             












متن العقيدة الطحاويّة

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله ربّ العالمين

قال العلاّمة حجة الإسلام أبو جعفر الورّاق الطحاوي بمصر رحمه الله :
هذا ذكر بيان عقيدة أهل السنة والجماعة على مذهب فقهاء الملّة : أبي حنيفة النعمان بن ثابتٍ الكوفيّ ، وأبي يوسف يعقوب بن إبراهيم الأنصاريّ ، وأبي عبد الله محمّد بن الحسن الشيبانيّ ، رضوان الله عليهم أجمعين ، وما يعتقدون من أصول الدين ويدينون به لربّ العالمين.
نقول في توحيد الله معتقدين بتوفيق الله : إن الله واحد لا شريك له.
ولا شيء مثلُه .
ولاشيء يعجزه .
ولا إله غيره .
قديمٌ بلا ابتداء ، دائم بلا انتهاء .
لا يفنى ولا يبيد .
ولا يكون إلاّ ما يريد .
لا تبلغه الأوهام ، ولا تدركه الأفهام .
ولا يشبه الأنام .
حيٌّ لا يموت ، قيّوم لا ينام .
خالق بلا حاجة ، رازق بلا مؤنة .
مميتٌ بلا مخافة ، باعث بلا مشقّة .
مازال بصفاته قديما قبل خلقه لم يزدد بكونهم شيئًا لم يكن قبلهم من صفته وكما كان بصفاته أزليًّا كذلك لا يزال عليها أبديًّا .
ليس بعد خلق الخلق استفاد اسم "الخالق" ، ولا بإحداثه البريّةَ استفاد اسم "البارئ" .
له معنى الربوبيّة ولا مربوب ، ومعنى الخالق ولا مخلوق .
وكما أنه محيي الموتى بعد ما أحيا استحقّ هذا الاسمَ قبل إحيائهم، كذلك استحقّ اسم الخالق قبل إنشائهم.
ذلك بأنه على كلِّ شيء قدير ، وكلّ شيء إليه فقير ، وكلّ أمر عليه يسير ، لا يحتاج إلى شيء ، (ليس كمثله شيء وهو السميع البصير) [الشورى : 11]
خلق الخلق بعلمه .
وقدّر لهم أقدارًا .
وضرب لهم آجالاً .
ولم يخف عليه شيء قبل أن يخلقهم ، وعلم ما هم عاملون قبل أن يخلقهم .
وأمرهم بطاعته ، ونهاهم عن معصيته .
وكلّ شيء يجري بتقديره ومشيئته ، ومشيئته تنفذ ، لا مشيئة للعباد إلاّ ما شاء لهم ، فما شاء لهم كان ، وما لم يشأ لم يكن .
يهدي من يشاء ويعصِمُ ويعافي فضلاً ، ويضلّ من يشاء ويخذُلُ ويبتلي عدلاً .
وكلّهم يتقلّبون في مشيئته بين فضله وعدله .
وهو متعال عن الأضداد والأنداد .
لا رادّ لقضائه ، ولا معقّب لحكمه ، ولا غالب لأمره .
آمنّا بذلك كلّه ، وأيقنّا أن كلاًّ من عنده .
وإن محمّدا ( عبده المصطفى ونبيّه المجتبى ورسوله المرتضى .
وإنه خاتَم الأنبياء وإمام الأتقياء وسيّد المرسلين وحبيب ربّ العالمين .
وكلّ دعوة نبوّةٍ بعد نبوّته فغَيٌّ وهوًى .
وهو المبعوث إلى عامّة الجنّ وكافة الورى بالحقّ والهدى وبالنور والضياء .
وإن القرآن كلام الله منه بدا بلا كيفيّة قولاً ، وأنزله على رسوله وحيًا ، وصدّقه المؤمنون على ذلك حقًّا ، وأيقنوا أنه كلام الله تعالى بالحقيقة ليس بمخلوق ككلام البريّة ، فمن سمعه فزعم أنه كلام البشر فقد كفر ، وقد ذمّه الله وعابه وأوعده بسقرَ، حيث قال تعالى : (سأصليه سقر ) [المدثر : 26] ، فلمّا أوعد الله بسقرَ لمن قال : (إن هذا إلاّ قول البشر ) [المدثر : 25] ، علمنا وأيقنّا أنه قول خالق البشر ولا يشبه قول البشر.
ومن وصف الله بمعنى من معاني البشر فقد كفر ، فمن أبصر هذا اعتبر ، وعن مثل قول الكفّار انزجرَ ، وعلم أنه بصفاته ليس كالبشر .
والرؤية حقّ لأهل الجنة بغير إحاطة ولا كيفيّة ، كما نطق به كتابُ ربّنا : ( وجوهٌ يومئذٍ ناضرةٌ  ، إلى ربّها ناظرةٌ ) [القيامة : 22-23] وتفسيره على ما أراده اللهُ تعالى وعَلِمَه ، وكلّ ما جاء في ذلك من الحديث الصحيح عن الرسول ( فهو كما قال ومعناه على ما أراد ، لا ندخل في ذلك متأوِّلين بآرائنا ولا متوهِّمين بأهوائنا ، فإنه ما سَلِمَ في دينه إلاّ من سَلَّمَ لله عزَّ وجلَّ ولرسوله ( وردّ علمَ ما اشتبهَ عليه إلى عالمه .
ولا تثبتُ قدمٌ في الإسلام إلاّ على ظهر التسليم والاستسلام ، فمن رامَ علمَ ما خُطِرَ  عنه علمُهُ ولم يقنعْ بالتسليم فهمُه حَجَبَه مرامُه عن خالص التوحيد وصافي المعرفة وصحيح الإيمان فيَتذَبْذَبُ بين الكفر والإيمان والتصديق والتكذيب والإقرار والإنكار موسوِسًا تائهًا شاكًّا لا مؤمنا مصدّقًا ولا جاحدًا مكذّبًا .
ولا يصحّ الإيمان بالرؤية لأهل دار السلام لمن اعتبرها منهم بوهمٍ ، أو تأوّلها بفهمٍ إذا كان تأويل الرؤية وتأويل كلِّ معنىً يضاف إلى الربوبيّة بترك التأويل ولزوم التسليم وعليه دين المسلمين ، ومن لم يتوقَّ النفيَ والتشبيه زلَّ ولم يصب التنزيهَ ، فإن ربّنا جلّ وعلا موصوفٌ بصفات الوحدانيّة ، منعوت بنعوت الفردانيّة ، ليس في معناه أحدٌ من البريّة .
وتعالى عن الحدود والغايات والأركان والأعضاء والأدوات ، لا تحويه الجهات الستّ كسائر المبتدعات.
والمعراج حقّ ، وقد أُسرِيَ بالنبيّ ( ، وعرج بشخصه في اليقظة إلى السماء ثمّ إلى حيث شاء الله من العُلى ،  وأكرمه الله بما شاء وأوحى إليه ما أوحى ( ما كذب الفؤادُ ما رأى ) [النجم : 11] فصلّى الله عليه وسلّم في الآخرة والأولى .
والحوض الذي أكرمه الله تعالى به غياثًا لأمّته حقّ .
والشفاعة التي ادَّخَرَها لهم حقّ كما رويَ في الأخبار .
والميثاق الذي أخذه الله تعالى من آدم وذريَّته حقّ .
وقد علم الله تعالى فيما لم يزل عددَ من يدخل الجنّةَ وعدد من يدخل النارَ جملةً واحدةً، فلا يُزادُ في ذلك العددِ ولا يُنقَصُ منه .
وكذلك أفعالهم فيما علم منهم أن يفعلوه ، وكلٌّ ميسّرٌ لما خُلِق لهُ ، والأعمال بالخواتيم، والسعيد من سعد بقضاء الله تعالى والشقيّ من شقيَ بقضاء الله تعالى .
وأصل القدر سرّ الله تعالى في خلقه لم يطّلع على ذلك ملكٌ مقرّبٌ ولا نبيّ مرسَلٌ ، والتعمُّق والنظَرُ في ذلك ذريعة الخذلان وسلّمُ الحرمان ودرجة الطغيان ، فالحذرَ كلَّ الحذر من ذلك نظَرًا وفكرًا ووسوسةً ، فإن الله تعالى طوى علمَ القدر عن أنامه ونهاهم عن مرامه، كما قال تعالى في كتابه : ( لا يسئل عمّا يفعل وهم يسئلون ) [الأنبياء:23] ، فمن سأل لِمَ فعل فقد ردَّ حكمَ الكتاب ، ومن ردّ حكم الكتاب كان من الكافرين .
فهذه جملة ما يحتاج إليه من هو منوَّرٌ قلبُه من أولياء الله تعالى ، وهي درجة الراسخين في العلم ، لأن العلم علمان : علم في الخلق موجودٌ وعلم في الخلق مفقودٌ، فإنكار العلم الموجود كفرٌ وادّعاء العلم المفقود كفرٌ ، ولا يثبت الإيمان إلاّ بقبول العلم الموجود وترك طلب العلم المفقود .
ونؤمن باللوح والقلم وبجميع ما فيه قد رُقِمَ ، فلو اجتمع الخلقُ كلّهم على شيء كتبه الله تعالى فيه أنه كائنٌ ليجعلوه غيرَ كائنٍ لم يقدروا عليه ، ولو اجتمعوا كلهم على شيء لم يكتبه الله تعالى فيه ليجعلوه كائنا لم يقدروا عليه ، جفّ القلم بما هو كائنٌ إلى يوم القيامة ، وما أخطأ العبدَ لم يكن ليصيبه وما أصابه لم يكن ليخطئه.
وعلى العبد أن يعلم أن الله قد سبقَ علمُه في كلّ كائنٍ من خلقه فقدّرَ ذلك تقديرًا محكمًا مبرمًا ليس فيه ناقضٌ ولا معقّبٌ ولا مزيل ولا مغيّرٌ ولا محوّلٌ ولا ناقصٌ ولا زائدٌ من خلقه في سماواته وأرضه ، وذلك من عقد الإيمان وأصول المعرفة والاعتراف بتوحيد الله تعالى وربوبيّته كما قال تعالى في كتابه : ( وخلقَ كلَّ شيءٍ فقدّره تقديرًا ) [الفرقان:2] ، وقال تعالى :      ( وكان أمرُ الله قدرًا مقدورًا ) [الأحزاب:38] ، فويل لمن صار لله تعالى في القدر خصيمًا ، وأحضرَ للنظَر فيه قلبا سقيما ، لقد التمسَ بوهمه في فحص الغيب سرّا كتيما وعاد بما قال فيه أفّاكًا أثيمًا .
والعرش والكرسيّ حقّ .
وهو مستغنٍ عن العرش وما دونه .
محيط بكلّ شيء ، وفوقه ، وقد أعجز عن الإحاطة خلقَه .
ونقول إن الله اتّخذَ إبراهيم خليلاً ، وكلّم الله موسى تكليمًا إيمانًا وتصديقًا وتسليمًا .
ونؤمن بالملائكة والنبيّين والكتب المنزّلة على المرسلين ، ونشهد أنهم كانوا على الحقّ المبين .
ونسمّي أهل قبلتنا مسلمين مؤمنين ما داموا بما جاء به النبيّ ( معترفين ، وله بكلّ ما قاله وأخبر مصدِّقين غيرَ منكرين .
ولا نخوض في الله ، ولا نماري في دين الله .
ولا نجادل في القرآن ، ونشهد أنه كلام ربّ العالمين نزل به الروح الأمين فعلّمه سيّدَ المرسلين محمّدًا ( وهو كلام الله تعالى لا يساويه شيء من كلام المخلوقين ولا نقول بخلقه ، ولا نخالف جماعة المسلمين .
ولا نكفّر أحدًا من أهل القبلة بذنبٍ ما لم يستحلَّه .
ولا نقول لا يضرّ مع الإيمان ذنبٌ لمن عمله .
نرجو للمحسنين من المؤمنين أن يعفوَ عنهم ويدخلَهم الجنة برحمته ولا نأمن عليهم ، ولا نشهد لهم بالجنة ، ونستغفر لمسيئهم ونخاف عليهم ولا نقنّطهم .
والأمن والإياس ينقلان عن ملّة الإسلام وسبيلُ الحقّ بينهما لأهل القبلة .
ولا يخرج العبد من الإيمان إلاّ بجحود ما أدخله فيه .
والإيمان هو الإقرار باللسان والتصديق بالجَنان .
وجميع ما صحَّ عن رسول الله ( من الشرع والبيان كلُّه حقٌّ .
والإيمان واحد وأهله في أصله سواءٌ والتفاضلُ بينهم بالخشية والتقى ومخالفة الهوى وملازمة الأَوْلى .
والمؤمنون كلهم أولياء الرحمن ، وأكرمهم عند الله أطوَعهم وأتبعهم للقرآن .
والإيمان هو الإيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر والقدر خيره وشرّه وحلوه ومرّه من الله تعالى .
ونحن مؤمنون بذلك كلّه لا نفرّق بين أحد من رسله ونصدّقهم كلّهم على ما جاءوا به.
وأهل الكبائر من أمة محمّد ( في النار لا يخلدون إذا ماتوا وهم موحِّدون وإن لم يكونوا تائبين ، بعد أن لَقوا اللهَ عارفين مؤمنين ، وهم في مشيئته وحكمه إن شاء غفر لهم وعفا عنهم بفضله كما ذكر عزّ وجلّ في كتابه: ( ويغفرُ ما دون ذلك لمن يشاء ) [النساء :48]، وإن شاء عذّبهم في النار بعدله ثمّ يخرجهم منها برحمته وشفاعة الشافعين من أهل طاعته ثمّ يبعثُهم إلى جنته ، وذلك بأن الله تعالى تَولّى أهلَ معرفته ولم يجعلهم في الدارين كأهل نُكْرَتِه الذين خابوا من هدايته، ولم ينالوا من ولايته اللهمّ يا ولِيَّ الإسلام وأهله ثبّتنا على الإسلام حتى نلقاك به .
ونرى الصلاةَ خلفَ كلّ برٍّ وفاجر من أهل القبلة ، وعلى من مات منهم .
ولا ننزّلُ أحدا منهم جنةً ولا نارًا ، ولا نشهد عليهم بكفرٍ ولا بشركٍ ولا بنفاقٍ ما لم يَظْهَرْ منهم شيءٌ من ذلك ، ونَذَرُ سرائرَهم إلى الله تعالى .
ولا نرى السيفَ على أحد من أمة محمّد ( إلاّ من وجب عليه السيفُ .
ولا نرى الخروجَ على أئمّتنا وولاة أمورنا وإن جاروا، ولا ندعو عليهم ولا ننزع يدًا من طاعتهم ، ونرى طاعتهم من طاعة الله عزّ وجلّ فريضةً ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعو لهم بالصلاح والمعافاة .
ونتبع السنةَ والجماعة ونجتنبُ الشذوذَ والخلافَ والفرقةَ .
ونحبّ أهل العدل والأمانة ونُبْغِضُ أهلَ الجَوْر والخيانة .
ونقول الله أعلم فيما اشتبهَ علينا علمُه .
ونرى المسح على الخفّين في السفر والحضر كما جاء في الأثر .
والحجّ والجهاد ماضيان مع أولي الأمر من المسلمين بَرِّهم وفاجرهم إلى قيام الساعة لا يبطلهما شيء ولا ينقضهما .
ونؤمن بالكرام الكاتبين فإن الله قد جعلهم علينا حافظين.
ونؤمن بملك الموت الموكَّل بقبض أرواح العالمين .
وبعذاب القبر لمن كان له أهلاً ، وسؤال منكر ونكير في قبره عن ربّه ودينه ونبيّه على ما جاءت به الأخبار عن رسول الله ( وعن الصحابة ، رضوان الله عليهم .
والقبر روضة من رياض الجنة أو حفرة من حُفَرِ النيران .
ونؤمن بالبعث وجزاء الأعمال يوم القيامة والعرض والحساب وقراءة الكتاب ، والثواب والعقاب والصراط والميزان .
والجنة والنار مخلوقتان لا تفنيان أبدًا ولا تبيدان ، وإن الله تعالى خلق الجنةَ والنار قبل الخلق ، وخلق لهما أهلاً فمن شاء منهم إلى الجنة  فضلاً منه ومن شاء منهم إلى النار عدلاً منه ، وكلٌّ يعمل لِمَا قد فرِغَ له وصائرٌ إلى ما خُلِقَ له .
والخير والشرّ مقدّران على العباد .
والاستطاعة التي يجب بها الفعلُ من نحو التوفيق الذي لا يجوز أن يوصف المخلوقُ به فهي مع الفعل ، وأمّا الاستطاعة من جهة الصحّة والوسع والتمكُّن وسلامة الآلات فهي قبل الفعل، وبها يتعلّق الخطابُ ، وهي كما قال تعالى : ( لا يكلّف اللهُ نفسًا إلاّوسعها ) [البقرة: 286].
وأفعال العباد خلقُ الله وكسبٌ من العباد .
ولم يكلّفهم الله تعالى إلاَّ ما يطيقون ، ولا يُطَيَّقون إلاَّ ما كلّفهم ، وهو تفسير لا حول ولا قوّة إلاّ بالله ، نقول لا حيلةَ لأحدٍ ولا حركةَ لأحدٍ ولا تحوّلَ لأحدٍ عن معصية الله إلاّ بمعونة الله ، ولا قوّة لأحدٍ على إقامة طاعة الله والثبات عليها إلاّ بتوفيق الله .
وكلّ شيء يجري بمشيئة الله تعالى وعلمه وقضائه وقدره ، غلبت مشيئته المشيئات كلَّها ، وغلب قضاؤه الحِيَلَ كلَّها ، يفعل ما يشاء وهو غير ظالم أبدًا تقدسَ عن كلّ سوء وحَيْنٍ ، وتنزهَ عن كلّ عيبٍ وشَيْنٍ ،    ( لا يسئل عمّا يفعل وهم يسئلون ) [الأنبياء: 23] .
وفي دعاء الأحياء وصدقاتهم منفعة للأموات .
والله تعالى يستجيبُ الدعَوات ويقضي الحاجات .
ويملكُ كلَّ شيء ولا يملكه شيءٌ ، ولا غنى عن الله تعالى طرفةَ عينٍ ، ومن [زعم أنه] استغنى عن الله طرفةَ عينٍ فقد كفرَ وصار من أهل الحَيْنِ .
والله يغضب ويرضى لا كأحدٍ من الورى .
ونحبّ أصحاب رسول الله ( ، ولا نُفرِطُ في حبّ أحدٍ منهم ولا نَتَبَرَّأُ من أحد منهم ونبغِضُ من يُبغِضُهم وبغير الخير يذكرهم ، ولا نذكرُهم إلاّ بخيرٍ  وحبُّهم دينٌ وإيمان وإحسان ، وبغضهم كفرٌ ونفاق وطغيانٌ .
ونُثبِت الخلافةَ بعد رسول الله ( أوّلا لأبي بكرٍ الصدّيق رضي الله عنه تفضيلا له وتقديما على جميع الأمّة ثمّ لعمر ابن الخطّاب رضي الله عنه ، ثمّ لعثمان رضي الله عنه ثمّ لعليّ بن أبي طالب رضي الله عنه  وهم الخلفاء الراشدون والأئمة المهتدون .
وإن العشرة الذين سمّاهم رسول الله ( وبشّرهم بالجنة نشهد لهم بالجنة على ما شهد لهم رسول الله  ( وقولُه الحقّ وهم أبو بكر وعمر وعثمان وعليّ وطلحة والزبير وسعدٌ وسعيدٌ وعبد الرحمن بن عوفٍ وأبو عبيدة بن الجرّاح وهو أمين هذه الأمّة رضي الله عنهم أجمعين.
ومن أحسن القول في أصحاب رسول الله ( وأزواجه الطاهرات من كلّ دَنَسٍ وذرّيّاته المقدّسين من كلِّ رجسٍ فقد برئ من النفاق.
وعلماء السلف من السابقين ومن بعدهم من التابعين أهلُ الخير والأثر ، وأهلُ الفقه والنظر لا يذكَرون إلاَّ بالجميل ، ومن ذكرهم بسوءٍ فهو على غير السبيل .
ولا نفضّل أحدا من الأولياء على أحد من الأنبياء عليهم السلام ، ونقول نبيّ واحد أفضل من جميع الأولياء .
ونؤمن بما جاء من كراماتهم وصحّ عن الثقات من رواياتهم .
ونؤمن بأشراط الساعة من خروج الدجّال ونزول عيسى بن مريم عليه السلام  من السماء ، ونؤمن بطلوع الشمس من مغربها وخروج دابّة الأرض من موضعها .
ولا نصدّق كاهنًا ولا عرّافًا ولا من يدّعي شيئًا يخالف الكتاب والسنة وإجماع الأمة .
ونرى الجماعة حقًّا وصوابًا والفرقةَ زَيْغًا وعذابًا .
ودين الله في الأرض والسماء واحدٌ وهو دين الإسلام قال الله تعالى : ( إن الدين عند الله الإسلام ) [آل عمران : 19] وقال تعالى : ( ورضيتُ لكم الإسلام دينًا ) [المائدة:3].
وهو بين الغلوّ والتقصير ، وبين التشبيه والتعطيل ، وبين الجبر والقدر ، وبين الأمن والإياس .
فهذا ديننا واعتقادنا ظاهرًا وباطنًا ، ونحن بُرَءاءُ إلى الله من كلّ من خالفَ الذي ذكرناه وبيّنّله .
      ونسأل الله تعالى أن يثبّتنا على الإيمان ويختم لنا به ويعصمنا من الأهواء المختلفة والآراء المتفرّقة والمذاهب الرَّدِيَّة مثل المشبّهة والمعتزلة والجهميّة والجبْريَّة والقدريّة وغيرهم من الذين خالفوا السنّة والجماعة وحالفوا الضلالة ، ونحن منهم بَراءٌ ، وهم عندنا ضُلاَّلٌ وأَرْدِياءُ وبالله العصمة والتوفيق .         
   

LihatTutupKomentar

القرأن حجة لنا


Membaca Al-Quran secara rutin tiap hari dengan metode: ”فَمِي بِشَوْقٍ“ Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. - Huruf “mim” maksudnya dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya dimulai dari surah qaf hingga akhir mushaf yaitu surah an-nas. Channel

murajaah

Literature Review

fikih (184) Tasawwuf (122) Local Wisdom (59) hadis (51) Tauhid (45) Ilmu Hadis (28) Bahasa Arab (25) Kebangsaan (23) Moderasi Beragama (22) Biografi (20) Al Quran (19) Tafsir (19) ilmu tafsir (2)

Dendam

Total Tayangan Halaman

HEAD

kongko bareng emte

Foto saya
belajar sepanjang hayat, santri berbahasa Arab dan Inggris dari Sukabumi Jawa Barat yang meretas dunia tanpa batas