Kita ingin merasakan melihat bagaimana wajah Rasulullah saw memandang kepada laki-laki itu. Termasuk dalam budi pekerti beliau bahwa sesungguhnya Rasulullah saw tidak pernah menyembunyikan senyumannya kepada siapapun. Seorang laki-laki yang penuh kebencian dan ingin membunuh, Rasulullah saw menoleh kepadanya dan memandangnya dengan tersenyum. Saat pertama kali memandangnya dengan tersenyum, saat kedua kali memandangnya dengan tersenyum kepadanya, semoga Allah melimpahkan solawat dan salam kepada beliau saw.
Ketiga kali, Rasulullah saw menoleh kepadanya dan berkata “wahai Fudholah, apa yang engkau bicarakan dengan hatimu?” Fudholah menjawab “wahai Rasulullah saya mengingat Allah dan bertawaf”. Kemudian Rasulullah saw menoleh kepadanya dan tersenyum.
Apakah arti “menoleh kepadanya?” disebutkan dalam kitab Syamail (referensi budi pekerti) Rasulullah saw, bahwa kalau beliau menoleh artinya beliau menoleh dengan seluruh badannya.
Rasulullah saw menoleh kepadanya dan meletakkan tangan beliau di dada laki-laki itu dada yang penuh kebencian dan kemarahan, ia menyembunyikan pisau di badannya. Begitu Rasulullah saw menaruh tangan di dadanya, Fudholah berkata “demi Allah saat ia meletakkan tangannya di dadaku, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang paling aku benci melebihi darinya namun setelah ia mengangkat tangannya dari dadaku tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang paling aku cintai melebihi darinya”
Kita banyak menjumpai orang-orang yang mewarisi karakter Fudholah, mereka ada di tengah-tengah masyarakat dimana kita hidup disana akan tetapi, dada-dada mereka selalu sangat memerlukan orang-orang yang mewarisi karakter Rasulullah saw untuk menghilangkan karakter-karakter jelek dari dada-dada mereka yang penuh kemarahan dan kebencian. Mereka yang mewarisi karakter Fudholah menunggu kita orang-orang yang dapat mewarisi karakter Rasulullah saw.
Betapa banyak orang yang menyakiti para dai ketika kita mendengar sebagian dari kaum muslimin berbicara dan berkata “saat ini banyak dijumpai para dai yang berkata dengan kelembutan dan kedamaian, berkata dengan budi pekerti dan kasih sayang dan ini fenomena baru telah muncul yang ingin menggantikan jihad”
Sesungguhnya berkata-kata baik inilah bentuk jihad yang kita perlukan saat ini di masyarakat kita, karena sesungguhnya kita perlu untuk berjihad kepada jiwa kita sampai kita dapat menundukannya sampai kita mampu mendidiknya, sampai kita bisa meninggikannya ke langit supaya kita mampu untuk memberikan pertolongan kepada siapa saja yang hidup di muka bumi ini, inilah yang dimaksud kalam beliau, Rasulullah saw.
قال رسول الله صلي الله عليه وسلم: "الكلمة الطيبة صدقة" رواه البخاري و مسلم
Rasulullah saw berkata “berkata kalimat yang baik adalah sedekah” (HR. al-Bukhari Muslim)
Saat ini banyak kita dengarkan orang berkata dan menganggap “berkata kalimat yang baik adalah sia-sia” biarkan mereka akan tetapi rujukan dan referensi kita adalah Rasulullah saw yang berkata bahwa berkata kalimat yang baik adalah sedekah, apakah kita meninggalkan perkataan Rasulullah saw dan mengambil perkataan orang lain?.
*ling: guru mulia Habib Ali al-Jufri