Coretan Muhammad Taufiq Hidayat Semenjak Kecil.
Pada tahun 1993M ia mengawali pendidikannya di Madrasah Az-Zahidiyah pimpinan Nyai Hj. Ramdan dan memulai Sekolah Dasar di SD Kebon Jati II kota Sukabumi. Sekolah yang tidak begitu jauh dari rumahnya sekitar 1 Km, sehingga ia tidak perlu memakai kendaraan atau sepeda bahkan tidak perlu di antar, sebab setiap berangkat pagi selalu bersama-sama alias bareng teman temannya berjalan kaki. setelah 6 tahun mengenyam pendidikan dasar, pada akhir tahun 1999 M ia bertekad untuk masuk boarding school. Pada akhirnya ia memantapkan migrasi ke kota Bogor untuk melanjutkan studi tingkat Menegah atau Tsanawiyah yang berada di kecamatan Lw. Liang. Kemudian melanjutkan ke tingkat SMA atau Aliyah yang berada di jantung kota Jakarta yaitu di Jl. Senopati Dalam, Jakarta Selatan. Sekolah tesebut yaitu Daarul-Rahman Islamic Boarding School yang dipimpin oleh Romo Yai KH. Prof. Syukron Ma’mun.
Setelah lulus dari aliyah ia mengabdikan diri di sekolah tersebut selama satu tahun. Kemudian pada pertengahan tahun 2007 M ia kembali menempuh studi strata I di Lebak Bulus, Pasar Jum’at, tepatnya di Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (IPTIQ) Jakarta, dengan mengambil konsentrasi Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan merampungkannya pada awal tahun 2011 M tepat di semester delapan. Disamping menjadi mahasiswa ia juga menjadi mahasantri di Darus-Sunnah High Institute for Hadith Sciences Ciputat (Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences) yang dipimpin oleh guru mulia Romo Prof. Dr. KH. Ali Mustofa Ya’kub, MA. Selama empat tahun disana ia banyak mengunduh Hadis dan Ilmu Hadis.
Setelah menyandang dua gelar sarjana yaitu di IPTIQ dan Darus-Sunnah, ia mengabdi di masyarakat lewat program Darus-Sunnah mengirim dai ke Papua, sebagai pelanjut cita cita bapak (sebutan santri pada yai Ali). Pada tanggal 29 September 2011 tepat pada bulan Ramadhan, ia menjadi catatan awal dakwahnya di Papua. Keberangkatan ke Papua ternyata menghadapi beberapa kendala teknis dari pesawat yang delay selama satu jam di bandara Soeta sampai pesawat yang delay tujuh jam di bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Namun hal ini terobati oleh teman-teman yang menyambut kedatangannya dengan ramah dan bahagia di bandara Sentani Jayapura.
Ramadhan tahun itu menjadi sangat istimewa baginya. Sebab, ini adalah Ramadhan pertama menjalani lakon utusan Prof. Dr. KH. Ali Mustofa Ya’kub, MA. sebagai dai di tengah-tengah masyarakat berkulit hitam dan berambut kriting tersebut. Taufiq mulai aktif berdakwah dari mushalla ke mushalla, dari Masjid ke Masjid dan majelis taklim disekitar Kotaraja, Abepura, Abepantai dan pusat kota Jayapura.
Alhamdulillah dari perjalanan dakwah tersebut namanya mulai dikenal sehingga jadwal Ramadhan baginya agak padat hingga dijadwalkan hutbah Ied Fitri di Masjid Raya Jayapura dan Hutbah Idul Adha yang masih beberapa bulan sudah terjadwal, sekali lagi Alhamdulillah.
Diantara aktifitas yang sudah ia lalukan selama kurang-lebih dua bulan ini adalah mengisi kuliah Ramadhan setiap subuh di tempat pertama ia tinggal yaitu Masjid Fajrul Islam Kotaraja Jayapura selama bulan Ramadhan, mengisi ceramah Ramadhan di beberapa masjid dan Majelis Taklim, mengisi ceramah Nuzulul Qur’an di beberapa masjid dan majlis taklim diantaranya di Masjid Polda Jayapura bersama bapak Kapolda papua, mengisi hutbah Ied Fitri di Masjid Raya Jayapura. Mengisi acara halal-bihalal di beberapa Masjid dan Majelis Taklim.
Ada suasana yg membuatnya bahagia yaitu duduk bersama anak-anak yatim dan para dhuafa ketika mamberikan ceramah Bakti Sosial para mahasiswa STAIN Al-Fatah Jayapura yang diadakan oleh Kampus STAIN al-Fattah Jayapura dan ketika menghadiri anjangsana di pondok-pesantren dekat perbatasan Papua. Inilah dari beberapa aktifitas dakwah yang telah dilakukannya di Jayapura.
Taufiq berpendapat bahwa berdakwah tidak mesti terbatas di atas mimbar, dipanggung atau diundang ke suatu pengajian saja. Segala tempat dan cara di bumi ini bisa dijadikan media dakwah untuk menyebarkan Islam dan memperdalam keislaman jamaah. Selain berdakwah secara langsung kepada sasaran dakwahnya, dalam arti bertatap muka, ia pun kerap berdakwah melalui media yaitu menulis beberapa artikel di media massa, beberapa tulisannya masuk di koran Bintang Papua selama bulan Ramadhan. Sampai ada beberapa acara televisi dan radio lokal mengundangnya untuk siaran/ isi ceramah, namun karena jadwal yang sudah ditentukan maka ia tidak bisa menghadirinya.
Adapun aktifitas sekarang yaitu mengajarkan al-Quran, mengisi ceramah dan pengajian bulanan dan hutbah Jum’at serta mengadakan acara tahlilan atau bakar kemenyan diselingi ceramah setip minggu, dan yang paling utama adalah menjadi Imam tetap di masjid Nurul Iman PT. PLN kota Jayapura bersama bapak Lambali dari buton, sekaligus membuat dan mengisi Buletin Jum'at di masjid tersebut.
Medan dakwah yang ditempuh sesungguhnya adalah perjuangan yang panjang dan masih jauh dari yang dicita-citakan sebab ia merasakan bahwa dakwahnya baru menyentuh kalangan pendatang yang matoritas muslim sedangkan dari masyarakat asli Papua sedikit sekali yang sampai, sebab di Jayapura ini penduduk aslinya mayoritas beragama Nasrani dan masih legalnya khamr oleh karenanya ia mesti hati-hati. Medan dakwahpun semakin sukar karena suasana Papua yang sedang tidak kondusif hususnya di Jayapura (tentang kemerdekaan Papua) dan ditambah dengan banyaknya para dai yang datang membawa hizb mereka masing-masing sehingga tidak sedikit golongan ekstrim memojokan golongan yang lain, namun hal ini tidak memacunya untuk mundur apalagi putus asa, karena dakwah adalah cita-cita yang mulia wa man ahsanu qaulan mimman da’â ilallah.
Ia berharap dakwah ini dapat dipikul secara optimal sebab, dakwah adalah amal warisan para Rasul dan karena adanya dakwah kita dapat mengenal Allah swt, teringat pesan guru tercinta Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA yang selalu mengutip ayat al-Quran yaitu in tansurullah yansurkum dan Hadis Nabi yang berbunyi laayyahdiyallahu bika rajulan wahidan khairun laka min ad-dunya wa ma fiha. Alhamdulillah banyak sekali ajaran beliau yang ia kutip dan disampaikan di mushalla, masjid dan majlis taklim sehingga banyak jamaah yang tertarik bertanya tentang ilmu-ilmu keislaman, seputar pondok pesantren dan guru-gurunya. Sampai para jamaah memanggil dengan panggilan ustadz meskipun ia belum pantas dan belum siap untuk menyandang gelar ustadz ang begitu mulia itu. ia hanya bisa ucapkan kepada sang murabbi guru mulia “terimakasih” dan “Addabani wa allamani syaikhi Ali Mustafa Ya’kub fa ahsanat da’wati”.
Muhammad Taufiq Hidayat
Imam Baiturahim PT. PLN
Jayapura tahun 2011