1. Khadim al‑‘Ilm (pelayan ilmu), bukan mujtahid
- Dahulu ulama dibantu khadam untuk menyalin dan mengumpulkan naskah.
- AI (mis. ChatGPT) bisa jadi juru tulis digital: kompilasi pendapat, kerangka, ringkasan, indeks.
- Namun keputusan hukum, tarjih, dan interpretasi tetap tugas ulama; AI tidak memikul tanggung jawab moral atau agama.
2. Perpustakaan instan
- Ulama dulu menghafal atau membuka kitab halaman demi halaman.
- AI memudahkan menemukan pembahasan, istilah, dan perbedaan pendapat cepat.
- Tetap: AI hanya alat penunjuk; verifikasi ke kitab asli wajib.
3. Penggabung dan pengelompok sumber
- Ulama klasik sering menghimpun pendapat terdahulu.
- AI membantu mengumpulkan kutipan, menyusun perbandingan, dan mengelompokkan tema.
- Namun tahqiq dan takhrij harus dilakukan manual oleh ahli untuk menghindari kesalahan atribusi.
4. Alat latihan dan simulasi
- Ulama ber-munazharah untuk melatih logika.
- ChatGPT bisa dipakai simulasi tanya jawab fiqih, ushul, tafsir untuk latihan.
- Ingat: AI tak punya sanad keilmuan; ini hanya pelengkap, bukan pengganti talaqqi.
5. Perekam dan pengarsip ilmu
- Ulama punya murid pencatat fatwa dan pelajaran.
- AI bisa berfungsi sebagai katib digital untuk menyimpan, mengarsip, dan memudahkan pencarian catatan ilmiah masa kini.
Kaidah emas penggunaan AI (al‑Qaidah adz‑Dzahabiyah)
1. Tashhih: Verifikasi hasil AI ke kitab primer.
2. Tahqiq: Periksa sanad dan matan kutipan.
3. Tajdid: Gunakan AI untuk mempermudah kerja ilmiah, tetap pada manhaj.
4. Tawakkul: Ingat AI hanya alat; keberkahan ilmu datang lewat sanad yang bersih.