-->
بسم الله الرحمن الرحيم
Tahdzir  Hizbuttahrir atau HTI
 
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan atas Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya yang baik dan suci.
            Allah ta’ala berfirman:
)كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر( (ءال عمران :110)
Maknanya: “Kalian adalah sebaik–baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru kepada al Ma’ruf (hal-hal yang diperintahkan Allah) dan mencegah dari al Munkar (hal-hal yang dilarang Allah)”.  (Q.S.  Ali ‘Imran:  110)  
            Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
"من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان" (رواه مسلم)
Maknanya: “Barangsiapa di antara kalian mengetahui suatu perkara munkar, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia merubahnya dengan lisannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia mengingkari dengan hatinya. Dan hal itu (yang disebut terakhir) paling sedikit buah dan hasilnya; dan merupakan hal yang diwajibkan atas seseorang ketika ia tidak mampu mengingkari dengan tangan dan lidahnya”. (H.R. Muslim)
            Syari'at telah menyeru untuk mengajak kepada yang al ma’ruf, yaitu hal-hal yang diperintahkan Allah dan mencegah hal-hal yang munkar, yang diharamkan oleh Allah, menjelaskan kebathilan sesuatu yang bathil dan kebenaran perkara yang haqq.  Pada masa kini, banyak orang yang mengeluarkan fatwa tentang agama, sedangkan fatwa-fatwa tersebut sama sekali tidak memiliki dasar dalam Islam. Karena itu perlu ditulis sebuah buku untuk menjelaskan yang haq dari yang bathil, yang benar dari yang tidak benar.
            Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam memperingatkan masyarakat dari orang yang menipu ketika menjual makanan. Al-Bukhari juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam  mengatakan tentang dua orang yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin: “Saya mengira bahwa si fulan dan si fulan tidak mengetahui sedikitpun tentang agama kita ini”.
            Kepada seorang khathib, yang mengatakan:
من يطع الله ورسوله فقد رشد ومن يعصهما فقد غوى
Maknanya: "Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa bermaksiat kepada keduanya maka ia telah melakukan kesalahan", Rasulullah menegurnya dengan mengatakan:
بئس الخطيب أنت
Maknanya: "Seburuk-buruk khathib adalah engkau” (H.R. Ahmad),  ini dikarenakan khathib tersebut menggabungkan antara Allah dan Rasul-Nya dalam satu dlamir (kata ganti) dengan mengatakan ومن يعصهما. Kemudian Rasulullah berkata kepadanya: “katakanlah:
ومن يعص الله ورسوله  
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam tidak membiarkan perkara sepele ini, meski tidak mengandung unsur kufur atau syirik. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin beliau akan tinggal diam dan membiarkan orang-orang yang menyelewengkan ajaran-ajaran agama dan menyebarkan penyelewengan-penyelewengan tersebut di tengah-tengah masyarakat.  Tentunya orang semacam ini  lebih harus diwaspadai dan dijelaskan kepada masyarakat bahaya dan kesesatannya.
            Ketika kami menyebut beberapa nama orang yang menyimpang dalam risalah ini, maka hal ini tidaklah termasuk ghibah yang diharamkan, bahkan sebaliknya ini adalah hal yang wajib dilakukan untuk memperingatkan masyarakat.  Dalam sebuah hadits sahih bahwa Fathimah binti Qays berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, aku telah dipinang oleh Mu’awiyah dan Abu Jahm”. Rasulullah berkata: "Abu Jahm suka memukul perempuan, sedangkan Mu’awiyah adalah orang miskin yang tidak mempunyai harta (yang mencukupi untuk nafkah yang wajib), menikahlah dengan Usamah”. (H.R. Muslim dan Ahmad)
            Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan Fathimah binti Qays dari Mu’awiyah dan Abu Jahm. Beliau menyebutkan nama kedua orang tersebut di belakang mereka dan menyebutkan hal yang dibenci oleh mereka berdua, ini dikarenakan dua sebab. Pertama: Mu’awiyah orang yang sangat fakir sehingga ia tidak akan mampu memberi nafkah kepada istrinya. Kedua: Abu Jahm adalah seorang yang sering memukul perempuan.
            Jikalau terhadap hal semacam ini saja Rasulullah angkat bicara dan memperingatkan, apalagi berkenaan dengan orang-orang yang mengaku berilmu dan ternyata menipu masyarakat serta menjadikan kekufuran sebagai Islam. Oleh karena itu Imam asy-Syafi’i mengatakan di hadapan banyak orang kepada Hafsh al Fard:  “Kamu benar-benar telah kufur kepada Allah yang Maha Agung” (yakni telah jatuh dalam kufur hakiki yang mengeluarkan seseorang dari Islam sebagaimana dijelaskan oleh Imam al Bulqini dalam kitab Zawa-id ar Raudlah), (lihat Manaqib asy-Syafi’i, jilid I, h. 407). Beliau juga menyatakan tentang Haram bin Utsman, seorang yang hidup semasa dengannya  dan biasa berdusta ketika meriwayatkan hadits: "Meriwayatkan hadits dari Haram (bin Utsman) hukumnya adalah haram”. Imam Malik juga mencela (jarh) orang yang semasa dan tinggal di daerah yang sama dengannya; Muhammad bin Ishaq, penulis kitab al Maghazi. Imam Malik berkata:  “Dia seringkali berbohong". Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang al Waqidi:  “al Waqidi seringkali berbohong”.

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وكفى وسلام على عباده الذين اصطفى وبعد،
يقول الله تعالى : "بل نقذف بالحق على الباطل فيدمغه " الآية .

Sebagai pengamalan terhadap ayat ini kami akan menyebutkan penjelasan ringkas dan memadai bagi kaum muslimin tentang suatu kelompok yang telah merubah agama dan menyebarkan kebatilan-kebatilan yang dikenal dengan kelompok Hizbuttahrir, yang didirikan oleh seorang bernama Taqiyuddin an-Nabhani. Ia mengaku ahli ijtihad, ia berbicara tentang agama dengan kebodohan, mendustakan al Qur’an, hadits dan ijma’ baik dalam masalah pokok-pokok agama (Ushuluddin) maupun dalam masalah furu’.
Berikut ini adalah sebagian kecil dari kesesatan-kesesatannya yang dibantah oleh orang yang memiliki hati yang jernih.

1.                  Allah ta'ala berfirman :
 )إنّ كلّ شىء خلقناه بقدر(
Maknanya : “sesungguhnya segala sesuatu itu kami ciptakan dengan Qadarnya”
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"إنّ الله صانع كل صانع وصنعته" رواه الحاكم والبيهقيّ
Maknanya: "Allah pencipta setiap pelaku perbuatan dan perbuatannya" (H.R. al Hakim dan al Bayhaqi)
Al Imam Abu Hanifah dalam al Fiqh al Akbar berkata: “Tidak sesuatupun di dunia maupun di akhirat terjadi kecuali dengan kehendak, pengetahuan, penciptaan dan ketentuan-Nya”. Tentang perbuatan hamba, beliau berkata: “Dan dia itu seluruhnya (segala perbuatan manusia) dengan kehendak, pengetahuan, penciptaan dan ketentuan-Nya”. Inilah aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Sedangkan Hizbuttahrir menyalahi aqidah ini. Mereka menjadikan Allah tunduk dan terkalahkan dengan terjadinya sesuatu di luar kehendak-Nya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh pimpinan mereka; Taqiyyuddin an-Nabhani dalam bukunya berjudul asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah, juz I, bagian pertama, hlm 71-72, sebagai berikut:

 "Segala perbuatan manusia tidak terkait dengan Qadla Allah, karena perbuatan tersebut ia lakukan atas inisiatif manusia itu sendiri dan dari ikhtiarnya. Maka semua perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan dan kehendak manusia tidak masuk dalam qadla'."

Dalam buku yang sama ia berkata[1]: "
Jadi menggantungkan adanya pahala sebagai balasan bagi kebaikan dan siksaan sebagai balasan dari kesesatan, menunjukkan bahwa kebenaran dan kesesatan adalah perbuatan murni manusia itu sendiri, bukan berasal dari Allah". Pendapat serupa juga ia ungkapkan dalam kitabnya berjudul Nizham al Islam[2].

2.Ahl al Haqq sepakat bahwa para nabi pasti memiliki sifat jujur, amanah dan kecerdasan yang sangat. Dari sini diketahui bahwa Allah ta'ala tidak akan memilih seseorang untuk predikat ini kecuali orang yang tidak pernah jatuh dalam perbuatan hina (Radzalah), khianat, kebodohan, kebohongan dan kebebalan. Karena itu orang yang pernah terjatuh dalam hal-hal yang tercela tersebut tidak layak untuk menjadi nabi meskipun tidak lagi mengulanginya. Para nabi juga terpelihara dari kekufuran, dosa-dosa besar juga dosa-dosa kecil yang mengandung unsur kehinaan, baik sebelum mereka menjadi nabi maupun sesudahnya. Sedangkan dosa-dosa kecil yang tidak mengandung unsur kehinaan bisa saja seorang nabi. Inilah pendapat kebanyakan para ulama seperti dinyatakan oleh beberapa ulama dan ini yang ditegaskan oleh al Imam Abu al Hasan al Asy’ari --semoga Allah merahmatinya--.
Sementara  Hizbuttahrir menyalahi kesepakatan ini, mereka membolehkan seorang pencuri, penggali kubur (pencuri kafan mayit), seorang homo seks atau pelaku kehinaan-kehinaan lainnya yang biasa dilakukan oleh manusia untuk menjadi nabi. Inilah di antara kesesatan Hizbuttahrir, seperti yang dikatakan pemimpin mereka, Taqiyyuddin an-Nabhani dalam bukunya asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah[3]:
"…hanya saja kemaksuman para nabi dan rasul adalah setelah mereka memiliki predikat kenabian dan kerasulan dengan turunnya wahyu kepada mereka. Adapun sebelum kenabian dan kerasulan boleh jadi mereka berbuat dosa seperti umumnya manusia. Karena keterpeliharaan dari dosa ('Ishmah)  berkaitan dengan kenabian dan kerasulan saja".

3.Rasulullah  menekankan dalam beberapa haditsnya  tentang pentingnya taat kepada seorang khalifah.  Dalam salah satu haditsya Rasulullah bersabda:
 "من كره من أميره شيئا فليصبر عليه فإنه ليس أحد من الناس خرج من السلطان فمات عليه إلا مات ميتة جاهليّة " رواه البخاري ومسلم عن ابن عبّاس 
Maknanya: "Barang siapa membenci sesuatu dari amirnya hendak lah ia bersabar atasnya, karena tidak seorangpun membangkang terhadap seorang sultan kemudian ia mati dalam keadaan seperti itu kecuali matinya adalah mati Jahiliyyah" (H.R. Muslim)
Beliau juga bersabda:
"وأن لا ننازع الأمر أهله إلا أن تروا كفرا بواحا" رواه البخاري ومسلم
Maknanya: "(kita diperintahkan juga agar) tidak memberontak terhadap para penguasa kecuali jika kalian telah melihatnya melakukan kekufuran yang jelas" (H.R. al Bukhari dan Muslim)
 Ulama Ahlussunnah juga telah menetapkan  bahwa seorang khalifah tidak dapat dilengserkan dengan sebab ia berbuat maksiat, hanya saja ia tidak ditaati dalam kemaksiatan tersebut. Karena fitnah yang akan muncul akibat pelengserannya lebih besar dan berbahaya dari perbuatan maksiat yang dilakukannya. An-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim, Juz XII, h. 229: "Ahlussunnah sepakat bahwa seorang sultan tidak dilengserkan karena perbuatan fasik yang dilakukan olehnya".
 Sedangkan Hizbuttahrir menyalahi ketetapan tersebut, mereka menjadikan seorang khalifah sebagai mainan bagaikan bola yang ada di tangan para pemain bola. Di antara pernyataan mereka dalam masalah ini, mereka mengatakan bahwa
"Majlis asy-Syura memiliki hak untuk melengserkan seorang khalifah dengan suatu sebab atau tanpa sebab".
Statement ini disebarluaskan dalam selebaran yang mereka terbitkan dan dibagi-bagikan di kota Damaskus sekitar lebih dari 20 tahun yang lalu. Selebaran tersebut ditulis oleh  sebagian pengikut Taqiyyuddin an-Nabhani. Mereka juga menyatakan  dalam buku mereka yang berjudul Dustur Hizbuttahrir, h. 66 dan asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah, Juz II bagian ketiga halaman 107-108  tentang hal-hal/perkara yang dapat merubah status seorang khalifah sehingga menjadi bukan khalifah dan seketika itu wajib dilengserkan : "Perbuatan  fasiq yang jelas (kefasikannya)" .  An-Nabhani berkata dalam bukunya yang berjudul Nizham al Islam, hlm 79, sebagai berikut :
"Dan jika seorang khalifah menyalahi syara' atau tidak mampu melaksanakan  urusan-urusan negara maka wajib dilengserkan seketika".

4.   Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"من خلع يدا من طاعة لقي الله يوم القيامة لا حجة له ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميته جاهليّة"  رواه مسلم من حديث عبد الله بن عمر
 Maknanya: "Barang siapa mencabut baiatnya untuk mentaati khalifah yang ada di hari kiamat ia tidak memiliki alasan yang diterima, dan barang siapa meninggal dalam keadaan demikian maka matinya adalah  mati jahiliyah" (H.R. Muslim)
Maksud hadits ini bahwa orang yang membangkang terhadap khalifah yang sah dan tetap dalam keadaan seperti ini sampai mati maka matinya adalah mati jahiliyyah, yakni mati seperti matinya para penyembah berhala dari sisi besarnya maksiat tersebut bukan artinya mati dalam keadaan kafir dengan dalil riwayat yang lain dalam Shahih Muslim: "فمات عليه"  ; yakni mati dalam keadaan membangkang terhadap seorang khalifah yang sah.  Hizbuttahrir telah menyelewengkan hadits ini dan mereka telah mencampakan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim  yang sanadnya lebih kuat dari hadits pertama:
"فالزموا جماعة المسلمين وإمامهم"،  قال حذيفة :"فإن لم تكن لهم جماعة ولا إمام" قال رسول الله r : "فاعتزل تلك الفرق كلّها"  
Maknanya: "Hiduplah kalian menetap di dalam jama'ah umat Islam dan imam (khalifah) mereka". Hudzaifah berkata : "Bagaimana jika mereka tidak memiliki jama'ah dan imam (khalifah) ?", Rasulullah bersabda : "Maka tinggalkanlah semua kelompok yang ada (yakni jangan ikut berperang di satu pihak melawan pihak yang lain seperti perang yang dulu terjadi antara Maroko dan Mauritania) !". Rasulullah tidak mengatakan: "jika demikian halnya, maka kalian mati jahiliyyah". Inilah salah satu kebathilan  mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya orang yang mati dengan tanpa membaiat seorang khalifah maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah" (lihat buku mereka yang berjudul asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah, Juz II bagian III hlm. 13 dan 29). Mereka juga menyebutkan dalam buku mereka yang berjudul al Khilafah  h. 4  sebagai berikut:
"Maka Nabi shallallahu 'alayhi wasallam mewajibkan atas tiap muslim untuk melakukan baiat dan mensifati orang yang  mati tanpa melakukan baiat bahwa  ia mati dalam keadaan mati jahiliyah". Mereka juga menyebutkan dalam buku mereka yang berjudul al Khilafah hlm. 9 sebagai berikut : "Jadi semua kaum muslim berdosa besar karena tidak mendirikan khilafah bagi kaum muslimin dan apabila mereka sepakat atas hal ini maka dosa tersebut berlaku bagi masing-masing individu umat Islam di seluruh penjuru dunia".
Disebutkan juga pada bagian lain dari buku al Khilafah hlm. 3 dan  buku asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah, Juz III hlm. 15 sebagai berikut :
Dan tempo yang diberikan bagi kaum muslimin  dalam menegakkan  khilafah adalah dua malam, maka tidak halal bagi seseorang tidur dalam dua malam tersebut tanpa melakukan baiat". Mereka juga berkata dalam buku mereka berjudul ad-Daulah al Islamiyyah hlm. 179: “Dan apabila kaum muslimin tidak memiliki  khalifah di masa tiga hari, mereka berdosa  semua sehingga mereka menegakkan khalifah“.
Mereka juga berkata dalam buku yang lain Mudzakkirah Hizbittahrir ila al Muslimin fi Lubnan, h. 4:
 “Dan kaum muslimin di Lebanon seperti halnya di seluruh negara Islam, semuanya berdosa kepada Allah, apabila mereka tidak mengembalikan Islam kepada kehidupan dan mengangkat seorang khalifah yang dapat mengurus urusan mereka“. 
Dengan demikian jelaslah kesalahan pernyataan Hizbuttahrir  bahwa "orang yang mati di masa ini dan tidak membaiat seorang khalifah maka matinya mati jahiliyyah". Pernyataan Hizbuttahrir ini mencakup orang yang mati sekarang dan sebelum ini sejak terhentinya khilafa. Ini adalah penisbatan bahwa umat sepakat dalam kesesatan dan ini adalah kezhaliman yang sangat besar dan penyelewengan terhadap hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Ibnu Umar tadi. Jadi menurut pernyataan Hizbuttahrir tersebut setiap orang yang mati mulai  terhentinya khilafah hingga sekarang maka matinya adalah mati jahiliyyah, berarti mereka telah menjadikan kaum muslimin  yang mati sejak waktu tersebut hingga sekarang sebagai mati jahiliyyah seperti matinya para penyembah berhala, ini jelas kedustaan yang sangat keji.  Dan dengan demikian jelaslah kesalahan pernyataan Hizbuttahrir "لا شريعة إلا بدولة الخلافة"  : "Tidak ada syari'at kecuali jika ada khilafah",  juga pernyataan sebagian Hizbuttahrir  :      "لا إسلام بلا خلافة"  ; "Tidak ada Islam jika tidak ada khilafah". Sedangkan Ahlussunnah menyatakan kesimpulan hukum berkaitan dengan masalah khilafah bahwa  menegakkan khilafah hukumnya wajib, maka barang siapa tidak melakukannya padahal ia mampu maka ia telah berbuat maksiat kepada Allah. Adapun rakyat sekarang ini jelas tidak mampu untuk mengangkat seorang khalifah  sedangkan Allah ta'ala berfirman :
)لا يكلّف الله نفسا إلاّ وسعها(
Anehnya Hizbuttahrir  yang sejak puluhan tahun lalu selalu menyatakan kepada khalayak akan menegakkan khilafah ini hingga sekarang ternyata mereka tidak mampu menegakkannya, mereka tidak mampu melakukan hal itu sebagaimana yang lain. Adapun pentingnya masalah khilafah itu adalah hal yang diketahui oleh semua dan karya-karya para ulama dalam bidang aqidah dan fiqh penuh dengan penjelasan mengenai hal itu. Tapi yang sangat penting untuk diketahui bahwa khilafah bukanlah termasuk rukun Islam maupun rukun Iman, lalu bagaimana Hizbuttahrir  berani mengatakan : 
"لا إسلام بلا خلافة"  atau mengatakan :  "لا إسلام بلا خلافة" , ini adalah hal yang tidak benar dan tidak boleh dikatakan.

5.  Nabi Shalallahu alayhi wassallam bersabda:
"والرجل زناها الخطا" رواه البخاري ومسلم وغيرهما
 Maknanya: "Zina kaki adalah melangkah (untuk berbuat haram seperti zina)"  (H.R. al Bukhari dan Muslim dan lainnya). Al Imam an-Nawawi menuturkan dalam Syarh shahih Muslim bahwa berjalan untuk berzina adalah haram. Sedangkan Hizbuttahrir telah mendustakan Rasulullah Shalallahu alayhi wassallam dan menghalalkan yang haram . Mereka mengatakan
  "Tidaklah haram berjalan dengan tujuan untuk berzina dengan perempuan atau berbuat mesum dengan anak-anak (Liwath), yang tergolong maksiat hanyalah melakukan perbuatan  zina dan Liwathnya saja“ .
Selebaran tentang hal ini  mereka  bagi–bagikan di Tripoli-Syam tahun 1969. Dan hingga kini kebanyakan penduduk Tripoli masih menyebutkan hal ini, karena  pernyataan tersebut menyebabkan kegoncangan, kerancuan dan bantahan dari penduduk Tripoli.

6. Islam menganjurkan 'iffah (bersih dari segala perbuatan hina dan maksiat)             dan kesucian diri, akhlak yang mulia, mengharamkan jabatan tangan  antara laki-laki dengan perempuan ajnabi dan menyentuhnya . Nabi bersabda :
"واليد زناها البطش" رواه البخاري ومسلم وغيـرهما
Maknanya: "Zina tangan adalah menyentuh" (H.R al Bukhari, Muslim dan lainnya).  Dan dalam riwayat Ahmad :   "واليد زناها اللمس" serta dalam riwayat Ibnu Hibban : "واليد زناؤها اللمس" Sementara Hizbuttahrir mengajak kepada perbuatan-perbuatan hina, mendustakan Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam dan menghalalkan yang haram, di antaranya perkataan mereka tentang kebolehan ciuman laki-laki terhadap perempuan yang ajnabi ketika saat perpisahan atau datang dari suatu perjalanan.  Demikian juga menyentuh, berjalan  untuk berbuat maksiat  dan semacamnya.
            Mereka menyebutkan hal itu dalam selebaran mereka dalam bentuk soal jawab, 24 Rabiul Awwal 1390 H, sebagai berikut :
S : Bagaimana hukum ciuman dengan syahwat beserta dalilnya?
J  : Dapat  dipahami dari kumpulan jawaban yang lalu bahwa ciuman dengan syahwat adalah perkara yang mubah dan tidak haram....karena itu kita berterusterang kepada masyarakat bahwa mencium dilihat dari segi ciuman  saja bukanlah perkara yang haram, karena ciuman tersebut mubah sebab ia masuk dalam keumuman dalil-dalil yang membolehkan perbuatan manusia yang biasa, maka perbuatan berjalan, menyentuh, mencium dengan menghisap, menggerakkan hidung, mencium, mengecup dua bibir dan yang semacamnya tergolong dalam perbuatan yang masuk dalam keumuman dalil.....makanya status hukum gambar (seperti gambar wanita telanjang) yang biasa tidaklah haram tetapi tergolong hal yang mubah tetapi negara kadang  melarang beredarnya gambar seperti itu. Ciuman laki-laki kepada perempuan di jalanan baik dengan syahwat maupun tidak negara bisa saja melarangnya di dalam pergaulan umum. Karena negara bisa saja melarang dalam pergaulan dan kehidupan umum beberapa hal yang sebenarnya mubah. .... di antara para lelaki ada yang menyentuh baju perempuan dengan syahwat, sebagian ada yang melihat sandal perempuan dengan syahwat atau mendengar suara perempuan dari radio dengan syahwat lalu nafsunya bergojolak sehingga  zakarnya bergerak dengan sebab mendengar suaranya secara langsung atau dari nyanyian atau dari suara–suara iklan atau dengan sampainya surat darinya ......maka perbuatan-perbuatan ini seluruhnya disertai dengan syahwat dan semuanya berkaitan dengan perempuan. Kesemuanya itu boleh, kerena masuk dalam keumuman dalil yang membolehkannya .......". Demikian ajaran yang diikuti oleh Hizbuttahrir, Na'udzu billah min dzalika.
Mereka juga menyebutkan dalam selebaran yang lain (Tanya Jawab   tertanggal 8 Muharram 1390 H) sebagai berikut :
"Barang siapa mencium orang yang tiba dari perjalanan, laki-laki atau perempuan atau berjabatan tangan dengan laki-laki atau perempuan dan dia melakukan itu bukan untuk berzina atau Liwath maka ciuman tersebut tidaklah haram, karenanya baik ciuman maupun jabatan tangan tersebut boleh". Mereka juga mengatakan boleh bagi laki-laki menjabat tangan perempuan ajnabi dengan dalih bahwa Rasulullah –kata mereka- berjabatan tangan dengan perempuan dengan dalil hadits Ummi 'Athiyyah ketika melakukan bai’at yang diriwayatkan al Bukhari, ia berkata :
                                     فقبضت امرأة منا يدها
Maknanya: "Salah seorang di antara kita (perempuan-perempuan) menggenggam tangannya" .
Mereka mengatakan : ini berarti bahwa yang lain tidak menggenggam tangannya. Sementara Ahlul Haqq, Ahlussunnah menyatakan bahwa dalam hadits ini tidak ada penyebutan bahwa perempuan yang lain menjabat tangan Nabi Shalallahu 'alayhi wasallam, jadi yang dikatakan oleh Hizbuttahrir adalah salah paham dan kebohongan terhadap Rasulullah. Jadi hadits ini bukanlah nash yang menjelaskan hukum bersentuhnya kulit dengan kulit, sebaliknya hadits ini menegaskan bahwa para wanita saat membaiat mereka memberi isyarat tanpa ada sentuh-menyentuh di situ sebagaimana diriwayatkan oleh al Bukhari dalam shahih-nya di bab yang sama dengan hadits Ummi 'Athiyyah. Hadits ini bersumber dari 'Aisyah –semoga Allah meridlainya- ia mengatakan :
"كان النبـيّ يبايع النساء بالكلام"
Maknanya: "Nabi membaiat para wanita dengan berbicara" (H.R. al Bukhari)
'Aisyah juga mengatakan:
"لا والله ما مسّت يده يد امرأة قطّ في المبايعة ، ما يبايعهن إلاّ بقوله قد بايعتك على ذلك"
Maknanya: "Tidak, demi Allah tidak pernah sekalipun tangan Nabi menyentuh tangan seorang perempuan ketika baiat, beliau tidak membaiat para wanita kecuali hanya dengan mengatakan : aku telah menerima baiat kalian atas hal-hal tersebut" (H.R. al Bukhari)
Lalu mereka berkata : "Cara melakukan bai’at adalah dengan berjabatan tangan atau melalui tulisan. Tidak ada bedanya antara kaum laki-laki dengan perempuan; Karena kaum wanita boleh berjabat tangan dengan khalifah ketika baiat sebagaimana orang laki-laki berjabatan tangan dengannya".
 (baca : buku al Khilafah, hlm. 22-23 dan buku mereka yang berjudul asy-Syakhshiyyah al Islamiyyah, Juz II, bagian 3, hlm. 22-23 dan  Juz III, hlm. 107-108). Mereka berkata dalam selebaran lain (tertanggal 21 Jumadil Ula 1400 H / 7 April 1980) dengan judul : "Hukum Islam tentang jabatan tangan laki-laki dengan perempuan yang ajnabi", setelah berbicara panjang lebar dikatakan sebagai berikut : “Apabila kita memperdalam penelitian tentang hadits-hadits yang dipahami oleh sebagian ahli fiqh sebagai hadits yang mengharamkan berjabatan tangan, maka akan kita temukan bahwa hadits-hadits tersebut tidak mengandung unsur pengharaman  atau pelarangan". Kemudian mereka mengakhiri tulisan dalam selebaran tersebut dengan mengatakan :
"Yang telah dikemukakan tentang kebolehan berjabat tangan (dengan lawan jenis) adalah sama halnya dengan mencium"
Pimpinan mereka juga berkata dalam buku berjudul an-Nizham al Ijtima'i fi al Islam, hlm. 57 sebagai berikut : “Sedangkan mengenai berjabat tangan, maka dibolehkan bagi laki-laki berjabatan tangan dengan perempuan dan perempuan berjabatan tangan dengan laki-laki dengan tanpa penghalang di antara keduanya". Dan ini menyalahi kesepakatan para ahli fiqh. Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
"إنّي لا أصافح النساء"
Maknanya: "Aku tidak akan pernah menjabat tangan para wanita" (H.R. Ibnu Hibban)
Ibnu Manzhur dalam Lisan al 'Arab mengatakan: "Baaya'ahu 'alayhi mubaya'ah (membaiatnya): artinya berjanji kepadanya. Dalam hadits dinyatakan:                         ألا تبايعونـي على الإسلام ; tidakkah kalian berjanji kepadaku untuk berpegang teguh dengan Islam. Jadi baiat adalah perjanjian". Jadi tidaklah disyaratkan untuk disebut baiat secara bahasa maupun istilah syara' bahwa pasti bersentuhan antara kulit dengan kulit, tetap disebut baiat meskipun tanpa ada persentuhan antara kulit dengan kulit. Ketika para sahabat membaiat Nabi pada Bai'at ar-Ridlwan dengan berjabat tangan hanyalah untuk bertujuan  ta'kid (menguatkan). Baiat kadang juga dilakukan dengan tulisan.

8. Di antara dalil Ahlussunnah tentang keharaman menyentuh perempuan ajnabiyyah  tanpa ha-il (penghalang) adalah hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam :
َ"لأنْ يُطْعَنَ أحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَمَسَّ امْرَأةً لاَ تَحِلُّ لَهُ"  (رَوَاهُ الطّبَرَانـي فِي المُعْجَم الكَبِيْرِ مِنْ حَدِيْثِ مِعْقَلٍ بْنِ يَسَارٍ وَحَسّنَهُ الحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ وَنُورُ الدّيْن الهَيْثَمِي وَالمُنْذِري وَغَيْرُهُمْ)
Maknanya : “Bila (kepala) salah seorang dari kalian ditusuk dengan potongan besi maka hal itu benar-benar lebih baik baginya daripada memegang perempuan yang tidak halal baginya". (H.R. ath-Thabarani dalam al Mu'jam al Kabir dari hadits Ma'qil bin Yasar dan hadits ini hasan menurut Ibnu Hajar, Nuruddin al Haytsami, al Mundziri dan lainnya)
Pengertian al Mass dalam hadits ini adalah menyentuh dengan tangan dan semacamnya sebagaimana dipahami oleh perawi hadits ini,  Ma'qil bin Yasar seperti dinukil oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al Mushannaf.
                                                                                                                                          Sedangkan Hizbuttahrir menganggap hadits ath-Thabarani tersebut yang mengharamkan berjabatan tangan dengan perempuan ajnabiyyah termasuk khabar Ahad dan tidak bisa dipakai untuk menentukan suatu hukum.
            Ini adalah bukti kebodohan mereka. Bantahan terhadap mereka adalah pernyataan para ulama ushul fiqh yang menegaskan bahwa hadits ahad adalah hujjah dalam segala masalah keagamaan seperti dinyatakan oleh al Imam al ushuli al mutabahhir Abu Ishaq asy-Syirazi. Beliau menyatakan dalam bukunya at-Tabshirah : “(Masalah) Wajib beramal dengan khabar ahad dalam pandangan syara’ “. Bahkan an-Nawawi dalam syarh shahih Muslim menukil kehujjahan khabar ahad ini dari mayoritas kaum muslimin dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi-generasi setelah mereka dari kalangan ahli hadits, ahli fiqh dan ahli ushul fiqh. Kemudian ia membantah golongan Qadariyyah Mu’tazilah yang tidak mewajibkan beramal dengan khabar ahad. Lalu an-Nawawi mengatakan : “Dan Syara’  telah mewajibkan beramal dengan khabar ahad”.
            Dengan demikian menjadi jelas bahwa Hizbuttahrir sejalan dengan Mu’tazilah dan menyalahi Ahlussunnah. Yang aneh, Hizbuttahrir telah berpendapat demikian, tetapi dalam karangan-karangan mereka berdalil dengan hadits-hadits ahad yang sebagiannya adalah dla’if. Mereka juga mengutip cerita-cerita dan atsar dari buku-buku yang tidak bisa dijadikan rujukan dalam bidang hadits, tafsir. Bahkan mereka telah berdusta atas Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Dalam majalah mereka Al Wa’ie, edisi 98, Tahun IX Muharram 1416 H mereka mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :
الساكت عن الحقّ شيطان أخرس
 “Orang yang diam dan tidak menjelaskan kebenaran adalah setan yang bisu”.
            Kita katakan kepada mereka : Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah bersabda :
إنّ كذبا عليّ ليس ككذب على أحد
Maknanya : “Sesungguhnya berdusta atasku tidaklah seperti berdusta atas siapapun”.
Pernyataan di atas adalah perkataan Abu ‘Ali ad-Daqqaq, seorang sufi besar seperti diriwayatkan oleh al Imam al Qusyairi dalam ar-Risalah dan bukan perkataan Rasulullah. Ini juga merupakan bukti akan kebodohan mereka bahkan dalam menukil hadits sekalipun. Maka hendaklah kaum muslimin berhati-hati dan tidak tertipu oleh karangan-karangan mereka.

9 .    Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda dalam sebuah Hadits yang mutawatir :     
ورب حامل فقه إلى من هو أًفقه منه""
Maknanya : “Seringkali terjadi orang yang menyampaikan hadits kepada orang yang lebih memahaminya darinya"
Hadits ini menjelaskan bahwa manusia terbagi dalam dua tingkatan :
Pertama  : orang yang tidak mampu beristinbath (menggali hukum dari teks-teks al Qur'an dan hadits) dan berijtihad dan yang kedua : mereka yang mampu berijtihad. Karenanya kita melihat ummat Islam, ada di antara mereka yang mujtahid (ahli ijtihad) seperti Imam asy-Syafi'i dan yang lain mengikuti (taqlid) salah seorang imam mujtahid.
Sedangkan Hizbuttahrir, mereka menyalahi hadits dan membuka pintu fatwa dengan tanpa ilmu dan tidak mengetahui syarat-syarat ijtihad. Pernyataan-pernyataan Hizbuttahrir semacam ini banyak terdapat dalam buku-buku mereka. Mereka mendakwakan bahwa seseorang apabila sudah mampu beristinbath maka ia sudah menjadi Mujtahid, karena itulah ijtihad atau istinbath mungkin saja dilakukan oleh semua orang dan mudah  diusahakan dan dicapai oleh siapa saja, apalagi pada masa kini telah tersedia di hadapan semua orang  banyak buku  tentang bahasa Arab dan buku-buku tentang syari'at Islam. Yang disebutkan ini adalah redaksi pernyataan mereka (lihat kitab at-Tafkir, h. 149).  Pernyataan ini membuka pintu untuk berfatwa tanpa didasari oleh ilmu dan ajakan kepada kekacauan dalam urusan agama. Sedangkan yang disebut mujtahid adalah orang yang memenuhi syarat-syarat ijtihad dan diakui oleh para ulama lain bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat tersebut. Sementara pimpinan Hizbuttahrir, Taqiyyuddin an-Nabhani tidak pernah diakui oleh seorangpun di antara para ulama yang memiliki kredibilitas bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut atau bahkan hanya mendekati sekalipun. Jika demikian mana mungkin Taqiyyuddin menjadi seorang mujtahid ?!. Seseorang baru disebut mujtahid jika ia memiliki perbendaharaan yang cukup tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum, mengetahui teks yang 'Amm dan Khashsh, Muthlaq dan Muqayyad, Mujmal dan Mubayyan, Nasikh dan Mansukh, mengetahui bahwa suatu hadits termasuk yang Mutawatir atau Ahad, Mursal atau Muttashil, 'Adalah para perawi hadits atau jarh, mengetahui pendapat-pendapat para ulama mujtahid dari kalangan sahabat dan generasi-generasi setelahnya sehingga mengetahui ijma' dan yang bukan, mengetahui qiyas yang Jaliyy, Khafiyy, Shahih dan Fasid, mengetahui bahasa Arab yang merupakan bahasa al Qur'an dengan baik, mengetahui prinsip-prinsip aqidah. Juga disyaratkan seseorang untuk dihitung sebagai mujtahid bahwa dia adalah seorang yang adil, cerdas dan hafal ayat-ayat dan hadits-hadits hukum.  
 
10. Para Ulama Islam menjelaskan dalam banyak kitab tentang definisi Dar al Islam dan Dar al Kufr. Mayoritas Ulama mengatakan bahwa daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh kaum muslimin kemudian keadaannya berubah sehingga orang-orang kafir menguasainya, maka negeri tersebut tetap disebut negeri Islam (Dar al Islam ). Adapun menurut Abu Hanifah bahwa daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh kaum muslimin kemudian orang-orang kafir menguasainya, maka negeri itu berubah jadi Dar Kufr dengan tiga syarat.
Adapun Hizbuttahrir menyalahi seluruh Ulama, mereka menyebutkan dalam salah satu buku mereka Kitab Hizbuttahrir, hlm. 17 pernyataan sebagai berikut : “Daerah-daerah yang kita tempati sekarang ini adalah Dar Kufr sebab hukum-hukum yang berlaku adalah hukum-hukum kekufuran. Kondisi ini menyerupai kota Mekkah, tempat diutusnya Rasulullah".
Pada bagian yang lain kitab Hizbuttahrir, hlm. 32: “Dan di negeri-negeri kaum muslimin sekarang tidak ada satu negeri atau pemerintahan yang mempraktekkan hukum-hukum Islam dalam hal hukum dan urusan-urusan kehidupan, karena itulah semuanya terhitung Dar Kufr meskipun penduduknya adalah kaum muslimin".
Lihatlah wahai pembaca, bagaimana berani mereka menyelewengkan ajaran agama ini dan menjadikan semua negara yang dihuni oleh kaum muslimin  sebagai Dar Kufr termasuk Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah kaum muslim terbesar di dunia.

11. Dalam buku yang berjudul “Nida’ Harr ila al ‘Alam al Islamiy”, h. 105, mereka berkata : “Adapun negara-negara yang para kepala negaranya adalah antek-antek  kafir adalah seperti Pakistan, Irak, Yordania, Lebanon, Saudi Arabia, Iran, Indonesia, Sudan dan lainnya, Maka ummat (Islam) wajib membuka kedok para antek-antek tersebut”.

12. Hizbuttahrir memandang bahwa serangan hendaknya diarahkan kepada pemikiran-pemikiran. Serangan ini akan berlanjut pada perang pemikiran dan karenanya terjadilah perubahan pemikiran dan otomatis terjadi kudeta politik. Hal ini menjadikan perubahan pemerintahan, peraturan dan seluruh hubungan. (lebih lanjut baca “Adabiyyat al Hizb, Nida’ Harr, al Khilafah, Mafahim Siyasiyyah li Hizb at-Tahrir”).

13. Hizbuttahrir membagikan selebaran/bulletin di Indonesia, salah satunya berjudul : “Program kerja untuk menggerakkan ulama’ untuk memimpin ummat”.  Kedua berjudul : “Makna reformasi dan perubahan dalam Islam”. Dalam selebaran yang lain, mereka menyebarkan racun-racun pemikiran yang aneh-aneh. Mereka membuat istilah-istilah baru yang menunjukkan penyimpangan, kebodohan dan penyelewengan mereka dari istilah-istilah para imam ummat Islam sebab mereka tidak menukil dari para ulama tersebut bahkan mereka menyelewengkan perkataan para imam. Mereka meletakkan ayat-ayat al Qur'an dan hadits tidak pada tempatnya. Pada sebagian ayat yang turun tentang orang-orang kafir mereka meletakkannya kepada orang-orang yang beriman. Mereka juga memenuhi buletin-buletin tersebut dengan ajakan untuk menggulingkan pemerintahan, membuat kekacauan, huru-hara dan kericuhan dengan anggapan bahwa Indonesia bukan negara Islam, maka harus ada perubahan total , mengakar dan menyeluruh dengan cara menggulingkan pemerintahan, demikian anggapan mereka.

14. Aqidah Ahlussunnah menyatakan bahwa Allah bukan jism seperti cahaya, roh dan bukan jism katsif seperti manusia, juga tidak boleh disifati dengan sifat-sifat jism seperti bergerak, diam, duduk, bersemayam, bertempat pada suatu tempat dan arah dan sebagainya. Jadi Allah ta’ala ada tanpa tempat dan tanpa arah. Al Imam Ali –semoga Allah meridlainya-  berkata :
"إنّ الله خلق العرش إظهارا لقدرته ولم يتّخذه مكانا لذاته"  رواه أبو منصور البغدادي في الفرق بين الفرق ص 333
 Maknanya: “Sesunggguhnya Allah menciptakan ‘arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya dan bukan untuk menjadikannya  tempat  bagi Dzat-Nya”
Imam Syekh Abdullah 'Alawi  al Haddad –semoga Allah meridlainya-, menuturkan dalam penutup kitabnya an-Nasha-ih ad-Diniyyah, dalam menjelaskan aqidah mayoritas kaum muslimin, kelompok yang selamat, Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai berikut :
وأنه تعالى مقدس عن الزمان والمكان وعن مشابهة الأكوان و لا تحيط به الجهات
 Maknanya : “Sesungguhnya Dia (Allah) ta’ala maha suci dari zaman, dan tempat, dan maha suci dari menyerupai akwan (sifat berkumpul, berpisah, bergerak, dan diam) dan tidak diliputi oleh satu arah penjuru maupun semua arah penjuru”.
   
Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah menjawab  tentang ayat Istiwa', "Istawa 'ala al ‘Arsy", bahwa kata Istawa mempunyai lima belas arti, tidak boleh mentafsirkan ayat ini dengan bersemayam, duduk atau berada di bawah sesuatu dengan jarak, melainkam makna istawa tersebut adalah "قهر": menundukkan dan menguasai. Ini adalah sifat yang layak bagi Allah sebab al Qahr adalah sifat kesempurnaan bagi Allah ta’ala. Allah menamakan dirinya al Qahir dan al Qahhar dan umat Islam menamakan anak-anak mereka dengan nama 'Abd al Qahir dan 'Abd al Qahhar. Tidak seorangpun dari kaum muslimin menamakan anaknya dengan nama 'Abd al Jalis (al Jalis = nama bagi sesuatu yang duduk).  Yang mentakwil Istawa dengan Qahara adalah para Ulama dari kalangan empat Madzhab seperti Imam al Ghazali dan lainnya dari madzhab Syafi’i, Abu 'Amr ibn al Hajib dan lainnya dari mazhab Maliki, al Hafizh Ibn al Jawzi dan lainnya dari orang-orang utama Madzhab Hanbali, Imam Abu Manshur al Maturidi dan  lainnya dari Madzhab Hanafi. Bahkan para Ulama Indonesia menuturkan tentang hal ini dalam karya-karya mereka seperti Syekh Muhammad Mahfuzh at-Tarmasi al Indonesi                             dalam bukunya Mawhibah Dzi al Fadll, Syekh Muhammad Nawawi ibn ‘Umar al Jawi dalam at-Tafsir al Munir dan lainnya.
Para Ulama dari kalangan empat Madzhab mengatakan dalam buku-buku mereka bahwa barang siapa mengatakan bahwa Allah bersemayam atau duduk di ‘Arsy, maka ia musyabbih, mujassim dan kafir. Di antaranya Syekh Taqiyyuddin al Hushni dalam karyanya Kifayah al Akhyar menuturkan bahwa mujassimah adalah kafir, bahkan beliau juga menuturkan dalam karyanya yang lain Daf’u Syubah man Syabbaha wa Tamarrad  bahwa orang yang mensifati Allah dengan bersemayam di atas ‘Arsy adalah musyabbih dan kafir. Bahkan masalah ini disepakati (Ijma’) oleh para ulama seperti dinukil oleh al Imam as-Salafi Abu Ja'far ath-Thahawi dalam al 'Aqidah ath-Thahawiyyah (Penjelasan aqidah Ahlussunnah), beliau mengatakan:
ومن وصف الله بمعنى من معاني البشر فقد كفر
Maknanya: “Barang siapa yang mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir".

Adapun kelompok Hizbuttahrir telah mendustakan al Qur’an dan Sunnah serta Ijma’ umat Islam. Mereka telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Salah seorang tokoh mereka dalam bukunya yang berjudul “Islam bangkitlah” hlm. 95, baris 17 dan 18  mengatakan : “Sesungguhnya Allah bersemayam di atas ‘Arsy", wal ’iyazdu billah dari kekufuran semacam ini. Lihatlah wahai muslim terhadap tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) ini. Katakanlah kepada mereka: "Allah ada sebelum ‘arsy, setelah menciptakan ‘arsy Allah tetap ada seperti semula tanpa 'arsy dan tidak berubah. Allah tidak butuh kepada ‘arsy dan lainnya dari pada makhluk-Nya. Dan kita katakan: “Seandainya tidak dijumpai pada Hizbuttahrir selain kesesatan ini niscaya sudah cukup sebagai bukti bahwa mereka adalah sesat".
Lalu bagaimana mereka mengaku ingin mendirikan negara Islam?!!. Penulis buku yang berjudul “Islam bangkitlah” tersebut adalah salah seorang yang mempunyai andil besar dalam menyebarkan pemikiran-pemikiran Hizbuttahrir di Indonesia secara khusus, padahal pada umumnya penduduk Indonesia adalah Ahlussunnah. Ini adalah bukti bahwa ia datang untuk merubah akidah penduduk Indonesia. Ia telah membagi-bagikan buletin dan selebaran yang penuh dengan kesesatan dan dusta. Di sebagian buletinnya ia mengkritik keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah bahwa perbuatan maksiat adalah termasuk bagian dari ketentuan Allah dan qadla-Nya.
Hendaklah diketahui bahwa hal ini merupakan ijma’ Ahlussunnah Wal Jama’ah, dan ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala :
 )إنّا كلّ شىء خلقناه بقدر(
Maknanya : "

Dalam ayat lain Allah berfirman:
( من شر ما خلق )
Maknanya : "

dan menyalahi apa yang diriwayatkan al Hasan bahwa Rasulullah mengajarkan beberapa kalimat yang diucapkan dalam shalat witir di antaranya berbunyi :                                ""وقني شر ما قضيت
Maknanya : "  " (H.R. at-Turmudzi)
Dan doa ini diucapkan oleh ratusan juta kaum muslimin dalam doa Qunut, lalu apakah dalam pandanganmu wahai Abdurrahman al Baghdadi mereka semua sesat?! ataukah justru kamu yang lebih dekat terhadap kesesatan?. Ketahuilah hal ini dan segeralah bertaubat sebelum ajal menjemputmu !.
Sebagian ulama salaf berkata : “Perhitungkanlah diri kalian sebelum kalian diminta pertanggungjawaban atas amal kalian”. Allah adalah sang Pencipta, tidak ada pencipta selain-Nya, tidak ada yang menyekutui-Nya. Pahamilah ini wahai Abdurrahman, karena ini adalah aqidah Ahlussunnah wal jama’ah di Indonesia juga, dan takutlah engkau kepada Allah !
Maka, jelaslah bahwa Abdurrahman al Baghdadi adalah bayangan dari pendiri Hizbuttahrir Taqiyyuddin an-Nabhani yang tidak beriman kepada qadla dan qadar, mudah-mudahan kita diselamatkan oleh Allah di dunia dan akhirat.
Sedangkan argumen-argumen yang engkau pakai wahai Abdurrahman dalam selebaran ini dengan menukil pernyataan Ibn Baaz dan Fathi Yakan untuk mendukung misimu, itu adalah bukti bahwa kamu berkeyakinan seperti mereka. Ibn Baaz adalah seorang tokoh Wahhabi yang menyebarkan akidah tajsim, tasybih, mengingkari tawassul dengan para nabi dan orang-orang yang shalih, peringatan maulid, berziarah ke makam orang-orang saleh, membaca al Qur’an untuk orang-orang muslim yang telah meninggal dan kesesatan-kesesatan yang lain. Sedang Fathi Yakan adalah salah seorang tokoh Hizb al Ikhwan yang mengikuti Sayyid Quthb, seorang yang menuduh sayyidina Ibrahim al Khalil dengan perbuatan syirik dan kufur seperti dalam bukunya “at-Tashwir al Fanni fi al Qur’an”, h. 133. Sayyid Quthb berbuat ilhad dalam masalah asma’  Allah, ia menamakan Allah dengan ar-Risyah al Mubdi’ah dan al ‘Aql al Mudabbir dalam tafsirnya Fi Zhilal al Qur’an surat al Baqarah dan an-Naba’. Sayyid Quthb mengkafirkan manusia secara keseluruhan termasuk para muadzdzin yang mengucapkan Laa Ilaha illallah Muhammad rasulullah di atas menara di barat dan timur seperti ia tulis dalam  Fi Zhilal al Qur’an  jilid II, juz 7, h. 1057. Sayyid Quthb juga mengejek ulama al Azhar seperti dalam majalah al Aman yang mereka terbitkan edisi IV dan lain-lain.
 
Inilah di antara pernyataan Fathi yakan dalam bukunya, “ Kaifa Nad’u ila al- Islam ?” hlm, 112, sebagai berikut : “ Hari ini semua mengatakan riddah dari Iman kepada Allah dan kafir secara menyeluruh dan mendunia, yang tak di temukan hal serupa sebelumnya.

 Jama’ahnya di lebaran mengatakan dalam majalahnya,Al-Aman,edisi No:  
 27tentang pengharaman mereka membaca kalimat = استغفر الله .
apakah kamujuga mengatakan demikian,bagaimana kamu berdalil dengan mereka ?.
     Kami berkata : Untuk menunjukkan adanya kontradiksi,antara Hizb At-Tahrir dengan orang yang bernama Ibn Baz,Hizb tahrir telah menyebutkan dalam majalah mereka Al-wa’i edisi 92 Th ke delapan Rajab 1415 H / 1994 sebagai berikut : “ Al-Albani tokoh wahabi berkata : mengatakan dalam kitabnya Al-Ahkam Hlm,Al-Albani Hlm,480,sebagai berikut : dari sini kita meletakkan sebuah titik mengenai ajakan hizb At-Tahrir, aliran mereka terkontaminasi dengan Mu’tazilah dan gerak langkah mereka  .
            Kemudian ia kataan tentang Taqiyuddin An-nabhani“ Aku telah bertemu dengannya lebih dari sekali,dan aku tau persis tentang dia,dan juga aku tau tentang hal itu dengan jelas,Karenanya aku berbicara dengan ilmu,Insya Allah tentang status apa ajaran Hizb Tahrir itu .

                 Fathi Yakan
            Adapun fathi Yakan tetap membuat pasal dalam bukunya, Al mausu’a Al- Harakiah dalam membantah  Hizb Tahrir dan menyandarkan kepada mereka bahwa mereka menghalalkan berjabatan tangan dengan perempuan ajnabiah, menyantuhnya         menciumnya dengan syahwat atau dengan tampa syahwat, dan juga mereka tidak memperhatikan pengajaran Al-quran, bahwa menganggabnya sebagai menyia-nyiakan akal pemuda dll.

                        Pada pertemuan wartawan dengan Fathi Yakan dengan Koran NegarLibanon, Tgl 26 tahun 1998 dan tanggal 27 sampai 28, Th 1998, yakni  3 hari berturut-turut Fthi’ Yakan membantah Hizbu tahrir.

   Sebagian orang ada yang mengganggap tnggi dan menyandarkan kepada mereka tentang pengingkarannya terhadap ‘Azab kubur dan munculnya al-masih ad-dajjal.

            Menurut mereka bahwa amar makruf dan nahi mungkar terkuati sehingga terdapat seorang khalifah.


            Mereka juga membolehkan bahwa seorang panglima dalam Daulah Islamiah seorang kafir dan membayar jizyah dari negeri Islam untuk negeri kafir.

            Mereka juga menggugurkan shalat terhadap seseorang……

TAMBAHAN
Orang-orang Wahhabi telah membantah Sayyid Quthb pada buku-bukunya mereka seperti adl-Dlalal fi azh-Zhilal, al Maurid az-Zulal fi at-Tanbih  ‘ala Akhtha’ azh-Zhilal dan lain-lain.
Sedangkan kita Ahlussunnah berkata : Lihatlah wahai kaum muslimin terhadap kontradiksi antara tiga golongan tersebut, maka jauhilah mereka !.  Allah ta’ala berfirman :
ولا يحيق المكر السيّء إلاّ بأهله


15. Pada bulan Agustus 1984 diberitakan bahwa 32 orang anggota Hizbuttahrir disidangkan di Mesir karena berusah melakukan kudeta terhadap pemerintahan Mesir.  Disebutkan pula bahwa pimpinan mereka adalah Abdul Ghani Jabir Sulaiman, Shalahuddin Muhammad Hasan –keduanya sekarang berdomisili di Nemsa- dan Kamal Abu Lihyah –sekarang bermukim di Jerman.

16. Pada awal berdirinya Hizbuttahrir, mereka membuat target 13 tahun untuk menguasai pemerintahan. Lalu mereka memperpanjang hingga 30 tahun…tetapi semua ini tidak pernah menjadi kenyataan sampai berlalunya dua tempo ini.

17. Allah ta’ala tidak memerintah nabi-Nya dalam al Qur’an untuk meminta tambahan sesuatu dari-Nya kecuali tambahan ilmu, Allah berfirman :
وقل ربّ زدني علما
Maknanya : “Katakanlah wahai Muhammad : Ya Allah tambahlah kepadaku ilmu”. 
 Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :
من يرد الله به خيرا يفقّهه في الدين    -رواه البخاريّ-
Maknanya : “Barang siapa Allah menghendaki baginya kebaikan maka Ia akan memudahkan baginya orang yang mengajarinya ilmu agama”  (H.R. al Bukhari)
 Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam juga bersabda :
الطهور شطر الإيمان     -رواه مسلم-
Maknanya : “Bersuci adalah separuh keimanan”   (H.R. Muslim)
Dan banyak sekali perkataan para ulama yang menjelaskan keutamaan ilmu dan fadlilah mempelajarinya.
Sedang Hizbuttahrir mencela hal tersebut di masa kini. Dalam selebaran tanya-jawab yang ditulis oleh Taufiq Mushthafa, utusan Hizbuttahrir di Muktamar XII, Rabithah asy-Syabab al Muslim yang diselenggarakan pada 22-27 Desember 1989, Penulis selebaran ini mengatakan : “Tujuan gerakan-gerakan ini dan seluruh ummat adalah untuk mengatasi problem pertama bagi ummat, yakni memulai kembali kehidupan yang islami dengan membentuk khilafah. Karenanya gerakan-gerakan ini semuanya harus bekerja keras untuk mengatasi problem ini, masing-masing menurut kadar pemahamannya dan metode yang ia tangani, sebab problem ini tergolong problem yang utama maka tidak boleh menyibukka diri dari perkara-perkara diluar kegiatan ini yang menyebabkan jama’ah ber[aling dari tujuan; seperti menjadikan kegiatannya yang menyampaikan  nasehat dan ceramah, menulis karya-karya ilmiah yang menyebabkan penggeseran gerakan menuju akademi Ilmiah atau menyebabkan para penyeru da’wahberpaling menjadi pegarang nasehat atau menjadi qadhi,tidak boleh menyibukkan diri  dengansemua ini atau semacamnya, sebab hal itu dapat memalingkan jama’ah dari tugasnya yang pokok.”

18 . Salah seorang da’i kondang mereka berkata : “Aku masih dalam kapal syeh Taqiyuddin maka aku mengusulkan kepadanya,agar al Quran dimasukkan dalam kurikulum materi pelajaran dalam halaqah Tahzib,lalu Ia berkata : “Dengarkan hai Amir, janganlah". Lihat buku  ad-Dakwah al-Islamiyyah, hlm. 102.

19.  Di antara penyimpangan-penyimpangan mereka adalah apa yang mereka katakan dalam penjelasan  mereka tertanggal 19 Ramdhan 1373 H, sebagai berikut : “Ruh dalam Islam adalah pengetahuan manusia dalam hubungannya dengan Allah,bahwa ia sebagai makhluk Allah sang pencipta".
Ia berkata pada hlm. 10: “Manusia tidak tersusun dari Jism dan Ruh,malainkan manusia itu hanya unsur materi saja".
Pada halaman 11 Ia berkata : “Atas hal itu maka tidak terdapat Ruh yang mengimbangi jism pada manusia. Mereka berkata : Dari sini,nyatalah bahwadalam Islam tidak terdapat sesuatu yang disebut Ad-Din (agama) dan sesuatu yang disebut dunia".

20.  Aswaja berkata : Barang siapa dalam perjalanan,sedang mengendrai kenderaan, maka ia shalat sunat dengan menghadap sasaran dari arah kenderaannya. Adapun Hizb Tahrir,merubah pernyataan Ulama tersebut.
Tersebut dalam buetin soal tanya jawab Tgl22 Juni  1990, mereka berkata:  Musafir yang ada di pesawat terbang,mmobil,kapal laut dan arus perjalanannya tidak menghadap ke kiblat, ia seperti shalat  menurut keadaan ia bisa pada sa’at niat ,menghadapkan wajahnya kearah kiblatlalu shalat dengan keadaan yang ia bisa lakukan deng berdiri,,atau duduk,bagaimanapun iamengarah.”

 21. Di antara fatwa mereka yang menyimpang dan konyol, adalah sebagaimana  tersebut dalam buletin soal jawab, tertanggal 14 Jumadil ‘Ula  1390 H sebagai berikut : "Seandainya seorang  muslim tinggal di Hijaz  ingin bepergian ke Mesir ia boleh naik pesawatterbang yang di miliki oleh  perusahaan kerjasama Eropa atau Amerika,sebab perjanjian dengannya sah,namun begitu,ia tidak di benarkannaik pesawat terbang yang di miliki oleh perusahaan,kerjasama kaum muslim,sebab ia yang tidak memiliki kemampuan bekerja,dengan begitu perjanjiannya dengan uang haram,tidak mengambil mamfaat tiket tersebut jadi haram juga".

21.  Dan antara penyimpangan mereka, apa yang di dengar dari anggata Hizb,yaitu pengingkaran mereka terhadap azab kubur,Tawasul dengan  para Nabi dan  Shalihin, undangan maulid Nabi dan kesesatan-kesesatan  lain yang mereka namakan afkar annasyi’ah,seperti mencaci terhadap orang yang bertaqlid dengan salah satu faham seperti Asy’ari dan Syafi’i.

22.  Menganai hakikat Hizb tahrir,tersebut dalam buletin mereka yang keluar pada Tgl 9 mai 1985  hal 5 : “ Hizb Tahrir merupakan politik dan bukan.
Dalam majalah al-syura,edisi 742,senin 12-8-1996 halaman  8 Hizb Tahrir Menyebarkan ucapan statemen sbagai berikut : Hizb Tahrir menyatakan   tentang diri mereka,bahwa Hizb Tahrir bukan Mujtahid nukan Mufti,bukan gerakan Ilmiah atau ruhiah,melainkan Hizb siasiah ( partai politik ).

23.  Sebagai tambahan kesesatan dan pemikiran tidak benar,apa yang disebutkan duta Hizb tahrir pada muktamar ke –12,rabitah al-syabab Al-muslim Al- Arabi –yang diadakan pada tanggal 23-28-Jumadil-Ula 1410 di kota censes,USA dalam sambutannya tentang tidak berhukum dengan hukum-hukum yang Allah turunkan adalah kekufuran .
Kemudian Ia berkata  pada halaman 4, : “ Sesungguhnya kaum muslimin hari ini  hidup di dar ( negeri ) kufur,sebab mereka berhukum dengan selain hukun-hukum yang Allah turunkan.
Kami berkata : “ statemen itu adalah takfir ( pengkafiran ) yang nyata untuk kaum muslimin dan menjadikan negara-negara islam dngan dar kufur.
        Dalam majalah mereka,Al-wa’yu,edisi No,92 th ke 8-Rajab 1415 mereka mengatakan ; “ Sesungguhnya para Hakim ( Penguasa ) di Negeri-negeri Islam sekarang pada umumnya adalah orang-orang kafir.

24.  walaupun demikian mereka berhukum mereka berdusta, mengada-ada serta mengatakan dalam majalahnya “al Wahyu “ edisi 45 –Jumadil Akhir 1411 17 h. 17: “Nabi Yusuf di izinkan baginya untuk berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan” kemudian mereka berkata: (h. 20), Rasul menetapkan bahwa najasyi tidak berhukum dengan hukum Islam,  

25.  Ijma’ merupakan hijjah atau dalil dalam agama Islam. Al Hafidz al Khatib al Baghdadi berkata dalam al Fiqh wa al Mutafaqqih I h. 154: “Ijma’ ahli ijtihad dalam setiap masa adalah hujjah dari pada hujjah-hujjah syara’ dan dalil dari pada dalil-dalil hukum.
Telah menikil ijma’ ini para ulama, muhadditsin, ushuliyyin bahkan al Imam asy-Syafi’i berhujjah bahwa Ijma’ kaum muslimin adalah lazim. Bberdasarkan firman Allah (Q.S. an-Nisa, 115). Maknanya: “Dan barang siapa yangmenantang rasul setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang mu’min, maka kami biarkan ia leluasa dalam kesesatan yang ia kuasai itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia kedalam neraka jahannam. Dan jahannam adalah seburuk buruk tempat kemabli”.
Adapun Hizbut Tahrir berkata: Ijma’ yang di akui adalah ijma’ shahabat sebagaimana yang banyak mereka sebut dalam buku-buku mereka, sebagaimana dalam majalah al Wa’yu edisi 98 th ke IX muharam 1416 H. statmen tersebut adalah pengingkaran terhadap terjadinya ijma’ setelah masa shahabat. Hizbut Tahrir sejalan dengan kelompoh Dzahiriyyah dan menyalahi Ahlussunnah wal Jama’ah. Mungkinkan terjadi ijma’ mujtahidin menyalahi ijma’ shahabat ?! bahkan ini sebagai dalil nyata bahwa Hizbut Tahrir menyalahi kaum muslimin.

27. al-Hasan Ibn Ali berkata: barang siapa tidak beriman kepada qadla’         Allah dan qadarnya, baik dan buruknya maka ia telah kafir. Sebagaiman tersebut dalam Isyarat al Maram karya al Bayyadli dan lainnya.
Al Imam Abu Hanifah berkata dalam al Fiqh al Akbar sebagai berikut: Qadla dan Qadar serta masyi’ah adalah sifat-Nya pada azal, tanpa disifati dengan sifat-sifat makhluknya”.
Pada pernyataan tersebut sebagai bantahan terhadap Taqiyuddin an Nabhani dalam bukunya asy Syakhshiyyah al Islamiyyah juz 1 hal, 64 sebagai berikut: Sesungguhnya dua kata qadla dan qadar secara bersamaan tidak digunakan istilah tersebut, kecuali setelah berahir abad pertama, artinya kecuali setelah terjemahn filsafat yunani dan keberadaan ahli kalam.
Kami berkata : Hal ini sebagai dalil atas penyimpangan Hizb Tahrir dengan shahabat dan As-salaf As-salih.

28. Aswaja sebagai firqah An-Najiah- maka beruntunglah orang orang yang berpegang teguh dengan mereka,adapun Hizb tahrir mencela dan mengkritik Aswaja. Tokoh mereka Taqiyuddin an Nabhani berkata dalam bukunya Al-syakhshiyyah Al-Isla  Juz 1 hlm 53 setelah menyatakan bahwa  Aswaja berkata, “sesungguhnya perbuatan-perbuatan hamba selurunnya adalah  dengan kehendaknya dan masyiahnya,ia berkata : sebenarnya pendapat ( Aswaja ) dan pendapat Jabariah adlah sama maka mereka adalah golongan Jabariyun. Kemudian mereka berkata pada halaman 58 : dan yang kedua Ijbar,ini pendapat jabariyah dan Aswaja,mereka berbeda dalam ungkapan dan dalam pelafatan.
Kami berkata :statemen tersebut adalah perkataan erhadap Aswaja, yang mana mereka menuduh merekayasa dalam ungkapan,dan menjadikannya seperti Jabariah ,mereka adalah golongan sesat yang mengingkari bahwa seorang hamba mempunyai masyi’ah yang mengikuti kepada masyi’ah Allah. Darisini nyata,bahw Hizbuttahrir bukanlah Aswaja,,maka hendaklah kaum muslimin menjauhinya.  Syekh Ahmad ibn Ruslan berkata dalam az-Zubad : “Dan tidak ada sesuatu yang wajib bagi Allah (untuk dilakukan) Inilah ‘aqidah Ahlussunnah al jama’ah,tidak ada sesuatu yang wqjib dilakukan bagi Allah,
orang di masukkan syurga karna rahmatnya,dan orang masuk neraka kerena keadilan-nya.
     Adapun Hizb tahrir sejalan dengan mu’tazilah sebagai keompok sesat,tokoh mereka,Taqiyuddin An-nabhani berkata dalam bukunya Asyakhsiyyah Al-Islamiah,juz 1 Hlm 63 tentang Allah sebagaiberikut :
         أي ليبرم أمرا كان واجبا أن يفعل
        Dan Ia berkata :   كان ورودهم واجبا على الله أوجبه على نفسه وقضى به
29.  Aswaja membantah kepada pembuat bid’ah Ahma Ibnu Taimiyyah Al-  harrani, sebab ia orang yang menyerupakan Allah dengan makhluknya,mengharamkan perjalanan untuk berziarah  kepada Rasulullah, bertawassul kepada rasulullah dan shalihin dan bertabarruk dengan atsar (peninggalan) para nabi dan shalihin.
Ibn Taimiyah berkata: “Tauhid terbagi atas tiga macam yaitu; Tauhid Uluhiyyah, tauhid rububiyyah dan tauhid al Asma wash-Shifat. Ia beranggapan bahwa Taurat dan Injil tidak kemasukan tahrif atu perubahan. Ia juga mencaci Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan Fathimah radliyallah ‘anhum dan lain-lainnya dari kalangan para shahabat.
Ia telah  menyalahi banyak masalah, ia telah menyalahi ijma’ ulama. Al Hafidz Abu Zur’ah al Iraqi berkata: “Ia (Ibn Taimiyah) telah menyalahi ijma’ ulama mencapai 60 masalah”.
Para ulama banyak membantahnya dalam berbagai karyanya baik ulama yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah ataupun yang setelahnya hingga saat ini. Bahkan pengarang kiab kifayat al Akhyar Taqiyuddin al Hushni (w. 829) mengarang kitab yang berjudul Daf’u Syubahi man Syabbaha wa Tamarrad ‘ala Ahmad Ibn Taimiyah dan disebutkan didalamnya para qadli dari empat madzhab menyesatkannya dan mereka berfatwa untuk memenjarakannya. Begitupula dengan ulama indonesia membantahnya dalam buku-buku dan majelis-majelis mereka hingga saat ini.
Kami menyebutkan sebagian dari mereka; al Habib Salim Ibn Jundan dalam al Khulashah al Kafiyah fi al Asanid al ‘Aliyah, K.H. Sirajuddin Abbas (w. 1401) dalam bukunya Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Syeh Abu al Fadli Ibn ‘Abd asy-Syakur as-Sanori yang telah menulis risalahnya dalam membantah Ibn Taimiyah tahun 1381 H dan telah mendapat rekomendasi dari para ulama Nahdlatul Ulama dalam konfrensinya pada tahun 1383 H,
Sekalipun begitu dengan disebutkannya dalil-dalil yang jelas yang dituturkan oleh ulama Ahlussunnah secara umum dan ulama indonesia secara husus dalam membantah Ibn Taimiyah kami mandapatkan bahwa Hizbut Tahrir justru memujinya dengan pujian yang berlebih-lebihan dan mengambil darinya juga menyebutnya sebagai syaikhul Islam, al Imam Ibn Taimiyah dan menambahkan pada sebagian makalah-makalah yang mereka tulis dengan kalimat “rahimahullah” hal itu tersebut dalam banyak edisi dali majalah al Wa’yu, mereka juga menyebutkan hal tersebut pada buletin mereka yang mereka sebarkan di Indonesia yang mereka beri judul “Partai Politik dalam parameter Islam”.
Kami berkata, hal itu sebagai dalil bahwa mereka menyalahi Ahlussunnah wal Jama’ah dan sejalan dengan Ibn Taimiyah dalam statmennya yang syadz bahkan dengan terang-terangan mereka menyebutkan dalam sebagian buku-bukunya sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.

30.  dalam buletin tersebut mereka mengatakan bahwa kaum muslimin berdosa, sebab mereka telah mengingkari kepada penguasanya. Mereka juga menyatakan bahwa wajib bagi kaum muslimin secara umum untuk mendirikan khilafah dan partai politik dan tidak memadai adanya kelompok-kelompok sufi, organisasi-organisasi islam dan penerbit-penerbit atau percetakan Islam.
Bahkan mereka menganggap organisasi-organisasi Islam ini membuat umat Islam –menurut mereka- lalai dari tugas besarnya yaitu mendirikan khilafah rasyidah. Mereka juga menyebutkan bahwa mesti ada khalifah dari partai mereka, orang-orang yang membantu khalifah dan amirul jihad mesti  ditetapkan oleh khalifah dengan pemikiran-pemikiran partai menurut betasan ungkapan mereka.
Di antara pemikiran Hizbut Tahrir adalah apa yang telah kami sebutkan di atas tentang mengingkari qadla dan qadar dan lainnya.
Kami katakan bahwa kesemuanya ini menunjukkan akan penyelewengan mereka terhadap agama. Pengakuan mereka ini terdapat dosa.
Umat Islam pada masa sekarang lemah atau tidak mampu mengangkat seorang khalifah. Allah berfirman: “Allah tidak membebankan seseorang melainkan melapangkannya”. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hudzaifah Ibn al Yaman dari Rasulullah setelah beliau mensifati para da’i ke pintu-pintu neraka, beliau bersabda: hendaklah kalian berpegang teguh  jama’ah umat Islam dan pemimpin mereka. Hudzaifah berkata: bagaimana kalau tidak didapatkan pemimpin pada umat Islam? Rasul bersabda: hendaklah kamu tinggalkan semua kelompok-kelompok itu.
Dalam hadits ini rasul tidak mengatakan jadi kalian akan mati sebagaimana matinya jahiliyyah seperti anggapan Hizbut Tahrir. Dan hadits ini cukup memadai sebagai bantahan untuk mereka.
Dalam buletin mereka yang tersebut di atas, hadits tersebut mereka sebutkan secara terpotong, tidak disebutkan dengan lengkap karena mengandung bantahan terhadap mereka sendiri.
        Di antara yang menunjukkan bahwa tujuan mereka adalah membuat kegelisahan (tasywisy) bagi kaum muslimin, bahwa banyak di antara tokoh-tokoh mereka yang bergaul dalam lingkungan orang-orang kafir di Barat. Ini artinya bahwa sebenarnya Hizbuttahrir tidaklah bertujuan mendirikan daulah Islamiyyah bahkan mereka bertujuan untuk mendirikan daulah yang tidak mengimani qadla’ dan qadar, mendorong terebarnya moral yang rendah. Dan dalam pernyataan-pernyataan mereka seringkali menyalahi agama Islam.
Fadlihah
        Salah seorang anggota Hizbuttahrir di Tripoli, Lebanon ketika dikatakan kepadanya : Bagaimana kalian mengatakan seorang laki-laki boleh mencium perempuan ajnabiyyah dengan dan tanpa syahwat ?, ia menjawab : ya, ia menciumnya sambil memejamkan mata. Ini adalah bukti atas kedangkalan daya berfikir mereka. Mereka menghalalkan mencium perempuan tetapi mengharamkan melihatnya. Padahal telah maklum di kalangan para ulama bahwa perbuatan yang mengantarkan ke sebuah perbuatan dosa lebih kecil dosanya dibanding perbuatan dosa itu sendiri. Demikian pula sebaliknya perbuatan yang mengantarkan ke sebuah perbuatan taat lebih sedikit pahalanya dibanding perbuatan taat itu sendiri.   
Melihat adalah wasilah untuk mencium dan lainnya. Wudlu sebagai perantara untuk sholat dan sholat lebih besar pahalanya daripada wudlu’. Mereka telah membalik sesuatu yang telah diketahui oleh para ulama ummat Islam. Ini semua adalah bukti bahwa tujuan mereka adalah membuat keresahan terhadap ummat Islam agar terjadi perpecahan, saling mencaci di antara mereka.
            Dan di antara keanehan yang membawa kepada kesesatan dan kekufuran adalah hal yang muncul di kalangan mereka yang terjadi dalam pengajaran di antara mereka. Mereka mewajibkan sholat lima waktu dengan syarat adanya khilafah. Jika tidak terdapat khilafah tidak menjadi wajib sholat itu dalam anggapan mereka. Statemen itu walaupun tidak dari semua orang yang tergabung dalam Hizbuttahrir namun telah terjadi di sebagian kalangan mereka. Dan telah disebutkan dari sebagian anggota mereka di Tripoli, Lebanon  bahwa ada seseorang yang bangkit dari majlis saat waktu maghrib telah tiba ketika dikatakan kepadanya : sholatlah ! ia menjawab : ketika khilafah telah berdiri>
            Maka jelaslah statemen Hizbuttahrir terjadi percampuaran yang tidak dianggap oleh fiqh Islam karena jauhnya Hizbuttahrir dari ilmu agama. Mereka tidak mempelajari ilmu agama dengan metode yang ditempuh oleh ulama salaf maupun khalaf. Mereka hanya mancukupkan diri dengan buletin-buletin dan tulisan tokoh mereka, Taqiyyuddin an-Nabhani dan ……
            Maka barang siapa yang melihat dengan p[andangan mendalam terhadap langkah-langkah Hizbuttahrir ia akan tahu bahwa Hizbuttahriar menganjurkan ummat Islam untuk hidup kacau dan bingung. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Hizbuttahrir adalah seruan kepada kekacauan dalam urusan agama, bagaimana mungkin kebaikan didapatkan dengan kekacauan dalam urusan agama padahal kekacauan tidak  layak untuk urusan dunia !
Al Afwah al Audi berkata :
 لا يصلح الناس فوضى لا سراة لهم   ولا سراة لهم إذا جهّالهم سادوا
Mengingat amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan masalah yang agung dalam masalah-masalah keimanan, maka suatu kewajiban yang agung daripada kewajiban-kewajiban Islam maka kami menyampaikan nasehat-nasehat dan tahdzir (peringatan) untuk tidak mendengarkan kelompok ini dan kesesatan-kesesatannya.

Perhatian :
Apa yang kami sebutkan di atas adalah sebagian pernyataan Hizbuttahrir yang menyimpang, karena telah meninggalkan al quran, sunnah dan ijma’ ummat. Mereka mengikuti tokoh mereka , Taqiyyuddin an-Nabhani. Seandainya kami berkehendak mengumpulkan setiap ucapan mereka niscaya akan menjadi berjilid-jilid. Apa yang te;lah kami tulis tersebut cukuplah kiranya bagi mereka yang tidak ngotot. Di dalamnya terdapat obat bagi dada orang beriman. Telah jelas kini bahwa Hizb ini berdiri di atas hawa nafsu ahli bid’ah dalam berfatwa tidak berpegangan dengan ilmu.


                [1] Ibid, Juz I, Bag. Pertama, hlm. 74
                [2] Kitab bernama Nizham al Islam, hlm. 22
                [3] Kitab bernama as-Sakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz I, Bag. Pertama, hlm 120
LihatTutupKomentar

القرأن حجة لنا


Membaca Al-Quran secara rutin tiap hari dengan metode: ”فَمِي بِشَوْقٍ“ Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. - Huruf “mim” maksudnya dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya dimulai dari surah qaf hingga akhir mushaf yaitu surah an-nas. Channel

murajaah

Literature Review

fikih (184) Tasawwuf (122) Local Wisdom (59) hadis (51) Tauhid (45) Ilmu Hadis (28) Bahasa Arab (25) Kebangsaan (23) Moderasi Beragama (22) Biografi (20) Tafsir (20) Al Quran (19) ilmu tafsir (2)

Dendam

Total Tayangan Halaman

HEAD

kongko bareng emte

Foto saya
belajar sepanjang hayat, santri berbahasa Arab dan Inggris dari Sukabumi Jawa Barat yang meretas dunia tanpa batas