-->

Ali Musthafa Ya’qub dan Hadis

 بسم الله الرحمن الرحيم Hadist dalam pandangan beberapa ulama mempunyai arti tersendiri di mata mereka. Yang mana dalam menganalisa suatu hadist, di perlukan beberapa metode-metode yang pasti dan konkret, agar hadist yang di kaji mendapatkan tempat tersendiri. Dan dalam proses-proses pengkajian tersebut, haruslah mempunyai inti-inti dari kajian hadist itu sendiri.


Hadist pun tak lepas dari kritik-kritik dari berbagai penjuru, baik itu dari para ahli-ahli hadist atau para mufassirun. Adapun mengenai kritik-kritik yang di sampaikan kepada para ahli hadist di maksudkan agar kandungan hadist yang mempunyai tingkat keshahihan tersebut tetap terjaga baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.


Dalam sejarah pula pernah mengatakan terdapat ulama Islam yang bernama Abu Hanifah yang paling banyak di kritik semasa hidupnya oleh para pengkritik hadist. Dan pernyataan tersebut di nyatakan oleh Ibnu Hibban bahwasanya hadist tersebut tidak bisa di jadikan sebagai Hujjah1. Akan tetapi Ibnu Hibban ini mendapat kritik pula dengan ulama lain, dan mengatakn bahwa Ibnu Hibban ini terlalu berlebihan dalam mengkritik hadist. Bahkan pengkritik Ibnu Hibban ini pernah menuduhnya sebagai kafir zindiq dan hampir di hukum mati.
Adapun tokoh-tokoh pengkritik hadist lainnya ialah Ali musthafa Ya’qub. Yang mana Ali ini merupkan salah satu dari pengkritik hadist-hadist yang pernah ia pelajari. Ali mustafa ini merupakan salah satu pemikir hadist Indonesia modern. Dan Ali ini pula selain mengkritik hadist-hadist, beliau pula mengkritik para kritikus-kritikus hadist.


Biografi Ali Mustafa Ya’qub:


Ali Mustafa Ya’qub, lahir di kemiri, Batang Jawa Tengah, 2 Maret 1952. Obsesinya untuk terus belajar di sekolah umum terpaksa kandas, karena setelah tamat SMP ia harus mengikuti arahan orangtuanya, mencari kaweruh di Pesantren. Maka dengan diantar ayahnya, pada tahun 1966 ia mulai mondhok untuk menerima piwulang di Pondok Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawyah 1969. Kemudia ia nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari Pondok Seblak. Di samping belajar formal sampai Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari, di Pesantren ini ia menekuni kitab-kitab kuning di bawah asuhan para kiai sepuh, antara lain al-Marhum KH. Idris Kamali, al-Marhum KH. Adlan Ali, al-Marhum KH. Shobari dan al-Musnid KH. Syansuri Badawi. Di Pesantren ini ia mengajar Bahasa Arab, sampai awal 1976. selanjutnya pada tahun itu pula ia lulus tingkat sarjana muda di Universitas Hasyim Asy’ari Fakultas Syariah,
Tahun 1976 ia mencari ngelmu lagi di Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah license, 1980. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan lagi di Universitas King Saud, Jurusan Tafsir dan Hadis, sampai tamat dengan memperoleh ijazah Master, 1985. Tahun itu juga ia pulang ke tanah air dan mengajar di Institut Ilmu al-Quran (IIQ), Institut Studi Ilmu al-Quran (ISIQ/PTIQ), Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal, Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) al-Hamidiyah, dan IAIN Syarif Hidayatullah, Tahun 198, tahun 1997 beliau mendirikan pesantren yang bernama Darus-Sunnah High Institute For Hadith Sciences yang sekarang berubah nama menjadi Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences dan membuka cabang di Malaysiya. Pada tahun 2008 beliau memperoleh gelar Doktor di Universitas Nizamia Hyderabad, India.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Riyadh yang aktif menulis ini, juga pernah menjadi Sekjen Pimpinan Pusat Ittihadul Muaballighin dan Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, menjabat sebagai wakil ketua komisi fatwa MUI Pusat, wakil ketua bdan pelaksana harian Dewan Nasional Syari’ah MUI dan telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (No.U-235/DSN-MUI/VII/2009) serta telah lulus Fit and Proper Test dari Bank Indonesia melalui Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Sinarmas   pada tanggal  20 November 2009 diangkat sebagai ketua Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) PT. Bank Sinarmas – Unit Usaha Syariah.



Urgensi pemikiran Ali Musthafa Ya’qub


Ali Mustafa ya’qub pula mempunyai peranan penting dalam perkembangan hadist. Salah satunya beliau mengkritik beberapa hadist-hadist yang dianggapnya perlu untuk di kaji lebih dalam. Mengenai sistematika pengkritikan hadist, Ali mustafa mempunyai beberapa macam dalam kritik hadis. Salah satunya ialah:
Metode Kritik Hadist
Di sini, Ali Mustafa merumuskan beberapa pendekatan-pendekatan dalam kritik hadist, yaitu pendekatan dalam bidang matan hadist. Yang pertama: sanad yang bersambung dari periwayat terakhir dalam proses pembukuan sampai pada nabi Muhammad. Kedua: para periwayat mempunyai sifat ‘adil dan dhabit3.
Akan tetapi para ulama-ulama klasik pernah mengatakan bahwasanya ke-dhabitan seseorang itu adakalanya lemah, maksud disini para periwayat hadist pun pernah lupa atau pernah lemah dalam meriwayatkan suatu hadist. Maka dari itu Ali mustafa mempunyai suatu metode untuk menyelidiki suatu kedhabitan itu. Diantaranya:


1.Membandingkan hadist-hadist yang pernah diriwayatkan oleh para sahabat-sahabat nabi antara satu dengan yang lainnya.
2.Membandingkan hadist yang pernah di riwayatkan oleh seorang periwayat pada masa yang berlainan.
3.Membandingkan hadist-hadist yang perna di riwayatkan melalui para periwayat. Yang mana ini berasal dari 1 guru.
4.Membandingkan hadist-hadist yang pernah di ajarkan oleh 1 orang dengan hadist yang semisal dan pernah di ajarkan oleh guru lain.
5.Membandingkan hadist dengan ayat-ayat Al-qur’an4.
Metode Kritik Sanad atau Matan Hadist
Pada kali ini Ali Mustafa melakukan kajian hadist dengan menggunakan kritik sanad. Jika sanad hadist itu gugur, maka akan menimbulkan dampak pula terhadap matannya. Seperti contoh di bawah ini:
Mencari Ilmu ke negri Cina.
Redaksi hadistnya: الطلب العلم ولو با الصين فاء طلب العلم فريضة عل كل مسلم menurut Ali Mustafa, hadist ini tidak benar atau palsu, karena ini bukan hadist melainkan kata-kata mutiara. Alasannya ini ialah sanad hadist ini terdapat pemalsu hadist serta periwayat kontroversional. Dan hadist ini pada dasarnya mempunyai 3 jalur lain, namun kedudukannya tidak dapat berubah karena 3 sanad yang tadi itu lemah. Sementara kalimat:فان طلب العلم فريضة على كل مسلم hadist shahih yang diriwayatkan oleh Imam At-tabrani,Al-khatib al-bagdadi. Dan menurut pandangan Ali Mustafa bahwasanya hadist ini shahih sedang kalimat sebelumnya di namakan Dhaif.
Selain dari segi sanad hadist, maka Ali mustafa pula mempunyai kritik lain seputar matan hadist. Seperti contoh:
Ziarah 3 masjid.
Ali mustafa mengkritik dari berbagai ulama yang menggunakan hadist:من حخ البيت ولم يزرني فقد جفا ني dan من حخ فزار قبري كان كمن زار في حيا تي dan menurut Ali Mustafa bahwa hadist ini palsu. Di katakana demikian karena mengandaikan ziarah kemakam nabi wajib seperti wajibnya haji. Oleh karena itu berkaitan secara umum.
Akan tetapi menurut ali Mustafa ya’qub mengatakan yang benar berdasarkan hadist shahih dalam kitab sahih bukhori. Yaitu: لا تشد الرجال الأالي ثلاثة مساجد مسجد الحرام ومسجد هاذ ومسجد الأقص Jadi menurut Ali Mustafa ya’qub bahwasanya haji yang benar seperti ini, bukan seperti hal yang di atas.
Pengaruh Pemikiran Ali mustafa Ya’qub
Pemikiran Ali mustafa Ya’qub pun telah banyak di sumbangkan terutama dalam penelitian hadist, yang mana dalam penelitian hadist yang di lakukan oleh Ali sendiri, telah banyak menghasilkan ide-ide baru atau perkembangan-perkembangan hadist yang telah di kaji oleh Ali sendiri. Dan perlu di ketahui pula bahwasanya Ali sendiri mempunyai pemikiran yang di ikuti oleh mustafa al-azami, yang mana dalam pemikiran Ali ini, Al-azami banyak mengikuti corak pemikiran dan ideologi Ali mustafa. Begitu pula sebaliknya, jadi antara dua pemikir ini, kadang-kadang mempunyai pandangan yang berbeda dan selektif dalam melihat sebuah hadist. Baik itu yang telah di kaji dalam segi hadist itu sendiri, maupun yang di kaji dalam matannya.
Selain itu pula, Ali mustafa pun selektif dalam mengkaji pengkritik dari orientalis. Dan Ali pun banyak menemukan kekeliruan yang di kaji oleh para orientalis terkait pemahaman mereka dengan Islam maupun hadis. Kekeliruan tersebut dapat di lihat bagaimana mereka(Para Orientalis) mengkaji Islam secara tidak menyeluruh atau “stengah-stengah”, lalu mereka membuat suatu testimoni tentang hasil dari penyelidikan mereka itu.
Dengan demikian, maka Ali pun mempunyai alasan tersendiri untuk membantah atau meluruskan terhadap apa yang selama ini di tafsirkan oleh para orientalis. Yang mana jika orientalis mengkaji Islam dengan metode mereka sendiri tanpa mempertimbangkan alasan-alasan lainnya, maka Ali pun langsung meluruskan hal ini dengan mengambil metode historis dari setiap permasalahan. Yang mana jika di tanya mengenai segi historis, maka orientalis cendrung kurang memahaminya di karenakan mereka lebih terfokus pada inti dari permasalahan.
Kesimpulan
Ali mustafa merupakan salah satu ulama yang mengkritik hasil pemikiran-pemikiran yang di lakukan oleh para ulama-ulama atau tokoh-tokoh sebelumnya. Dengan berbagai metode pula Ali Mustafa mengkaji hadist dari berbagai sisi, baik itu yang berupa matan hadist, maupun yang berupa materi hadist itu sendiri. Dan dengan berbagai argumen-argumennya, Ali Mustafa menyanggah berbagai hasil pemikiran tokoh sebelumnya serta memperbaiknya dengan berbagai metode yang ia miliki.
Hubungan pemikiran antara Ali Mustafa dengan Al-azimi sangat berdekatan, sehingga hampir semua ideologi-ideologi atau cara berfikir antara dua orang ini hampir mirip. Hal ini bisa terlihat pada sistem sanad, studi literatur, penulisan hadist, dan pembukuannya. Serta dalam segi kutipan pendapat, maka akan nampak adanya kesamaan antara Ali mustafa dengan Mustafa al-azimi.
Dengan demikian, maka studi pemikiran terhadap sebuah hadist perlu di tingkatkan dan di dalami. Hal ini nampak bila di dalam negri pun telah muncul berbagai pemikir-pemikir hadist & para mufassirnya, maka kajian hadist pun akan lebih berkembang sesuai dengan keilmuan hadist di abad modern saat ini. Dan studi perbandingan hukum sebuah hadist akan lebih mudah untuk di fahami & di mengerti sesuai dengan literatur Islam.


Daftar Pustaka


-Ya’qub, Ali Mustafa,Kritik hadist,Jakarta;Pustaka Firdaus,1995
LihatTutupKomentar

القرأن حجة لنا


Membaca Al-Quran secara rutin tiap hari dengan metode: ”فَمِي بِشَوْقٍ“ Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. - Huruf “mim” maksudnya dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya dimulai dari surah qaf hingga akhir mushaf yaitu surah an-nas. Channel

murajaah

Literature Review

fikih (184) Tasawwuf (122) Local Wisdom (59) hadis (51) Tauhid (45) Ilmu Hadis (28) Bahasa Arab (25) Kebangsaan (23) Moderasi Beragama (22) Biografi (20) Tafsir (20) Al Quran (19) ilmu tafsir (2)

Dendam

Total Tayangan Halaman

HEAD

kongko bareng emte

Foto saya
belajar sepanjang hayat, santri berbahasa Arab dan Inggris dari Sukabumi Jawa Barat yang meretas dunia tanpa batas